Menteri PU: Tanggul Roboh Karena Dikerjakan Asal-asalan



Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto meminta semua kepala daerah di Jawa Tengah membuat daftar hitam para kontraktor yang asal-asalan dalam pembangunan proyek. Hal itu disampaikan Djoko setelah meninjau tanggul penahan banjir yang hancur akibat banjir di Solo, Jawa Tengah, Kamis (10/1).

Menurut Djoko, hancurnya beberapa tanggul penahan banjir di Jateng diakibatkan rendahnya kualitas tanggul tersebut. Dengan temuan tersebut, Djoko mengimbau para kepala daerah untuk berhati-hati memilih kontraktor dalam pembangunan di wilayah masing-masing.

Menteri PU juga berjanji akan mengembalikan fungsi awal Bengawan Solo dengan pengerukan sedimentasi, pembangunan tanggul-tanggul sepanjang 110 kilometer serta relokasi warga di bantaran sungai.

Sementara itu, Wali Kota Solo Joko Widodo mengatakan, kualitas tanggul yang buruk hanya terdapat di Kampung Joyontakan karena adanya penyelewengan dana proyek tersebut. Namun, kasus tersebut sudah diproses secara hukum.

sumber: metro tv news .com

Banjir ancam hingga 20 tahun mendatang

Lahan daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo kritis menyusul makin tingginya angka penebangan hutan di wilayah hulu DAS Bengawan Solo tersebut.
Akibatnya, bencana banjir masih terus mengancam wilayah Soloraya hingga 20 tahun mendatang. Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH) Rachmat Witoelar mengatakan secara umum DAS di Indonesia saat ini mengalami kerusakan lahan yang cukup serius, termasuk DAS Bengawan Solo.
Menneg LH bersama Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan Wawali Solo, beserta pejabat Pemkot lainnya, Kamis (10/1), meninjau Bengawan Solo. Menggunakan tiga perahu karet, mereka menyusuri Sungai Bengawan Solo, dari Jembatan Bacem, Sukoharjo hingga jembatan Jurug.
Saat jumpa pers di salah satu rumah makan di Solo, Rachmat menjelaskan kritisnya DAS Bengawan Solo diakibatkan lahan untuk luapan air sungai digunakan untuk sawah dan permukiman.
Untuk pemulihan DAS itu, diperlukan waktu antara 15 tahun hingga 20 tahun lagi. Sehingga bahaya banjir masih akan terus mengancam wilayah DAS Bengawan Solo. Berdasarkan pantauan kondisi di lapangan, tingkat sedimentasi baik Sungai Bengawan Solo dan Waduk Gajah Mungkur (WGM) cukup tinggi.
”Kalau masalah ini tidak segera diatasi akan timbul masalah yang lebih besar. Jangka pendeknya yang dilakukan penertiban bangunan di bantaran sungai dan pengerukan sedimentasi,” terang dia.
Kerugian
Terpisah, Plt Kepala Badan Informasi Komunikasi dan Kehumasan (BIKK) Pemprov Jateng, Urip Sihabudin, menyatakan kerugian akibat bencana banjir di 20 kabupaten/kota di Jateng mencapai Rp 760,80 miliar.
”Banjir telah menyebabkan kerusakan sarana tempat ibadah, sekolah, kesehatan, rumah warga, infrastruktur, dan fasilitas lainnya,” katanya, Rabu (9/1), di Semarang.
Sementara Gubernur Ali Mufiz menyatakan kerusakan infrastruktur seperti jalan dan waduk akibat banjir nilainya senilai Rp 225 miliar.Gubernur menambahkan selain merusak infrastruktur, banjir bandang juga mengakibatkan kerusakan pada rumah-rumah penduduk, bangunan gedung sekolah, kelurahan, kecamatan sampai areal sawah.
Total luas sawah yang rusak berat, ringan dan sedang akibat banjir bandang mencapai kurang lebih 36.000 ha.
Sementara itu, Pemkab Sragen meminta bantuan dana senilai Rp 234 miliar kepada pemerintah pusat guna pemulihan dan penanganan bencana banjir yang menerjang Bumi Sukowati.
Bupati Sragen, Untung Wiyono, di Gedung Dewan, Rabu, mengatakan permintaan bantuan diajukan ke departemen terkait seperti Departemen Sosial, Departemen Pertanian, Departemen Pekerjaan Umum, serta Menko Kesra.
”Nominal dana yang kami mintakan kepada pusat setara dengan angka kerugian materiil akibat banjir yang mencapai Rp 234 miliar. Permintaan bantuan kami ajukan ke departemen-departemen yang masing-masing mempunyai kebijakan atau mekanisme sendiri dalam merespons permintaan itu,” ujarnya.
”Kami juga akan ajukan bantuan untuk industri kecil lokal yang terkena dampak banjir. Pusat telah komit membantu daerah, namun teknis dan nominalnya saya belum tahu persis.”
Kabag Humas Pemkab Sragen, Poedarwanto, menguraikan kerugian materi akibat banjir dari infrastruktur umum senilai Rp 166.885.500.000, peternakan Rp 2.225.160.000, sektor prasarana pendidikan Rp 3.236.500.000, sarana-prasarana kesehatan Rp 179.500.000, serta infrastruktur pertanian Rp 45.106.800.000.
”Angka itu belum final, setiap saat bisa bertambah,” tegasnya.

sumber: solo pos .co .id

Bantuan perbaikan tak kunjung datang - Mereka dirikan rumah dari puing bangunan

Sebelas hari sudah Keluarga Jono, warga RT 1/RW I, Kelurahan Sewu, tinggal di tanggul kampung itu. Pilihan pahit terpaksa mereka ambil lantaran rumahnya yang hanya berdinding anyaman bambu dan tempelan kayu itu terhanyut diseret banjir 26 Desember 2007 lalu.
Sejak itulah, Jono bersama isteri dan ketiga puteranya harus rela tinggal di tanggul dengan atap terpal tanpa dinding.
Kini, Jono dan keluarganya telah turun dari tanggul. Sejumlah barang-barang perabotnya yang selamat dari banjir pun mereka angkut kembali ke rumahnya. Rupanya, rumah Jono yang dulu tinggal puing-puing itu telah tegak kembali, meski tetap berdinding anyaman bambu seadanya. ”Sejak Senin (7/1) pagi, kami turun dari tanggul dan menempati rumah ini, meski sebenarnya Pak Lurah melarang kami menempati rumah ini,” ujar putera Jono, Ahmad, saat ditemui Espos di kediamannya, Senin (7/1) sore.
Petang harinya, sebenarnya keluarga Jono sudah bisa tidur nyenyak di rumahnya yang telah diperbaiki sebagian itu. Namun tanpa disangka, hujan bercampur angin kencang yang terjadi Senin (7/1) siang, rupanya menyapu sebagian genteng-genteng rumahnya. Apa daya, malam itu keluarga Jono akhirnya dicekam perasaan waswas, jika sewaktu-waktu hujan mengguyur di malam hari.

Ahmad mengisahkan sejak banjir tak lagi naik ke permukiman warga, dirinya bersama ayahnya mencoba mengumpulkan puing-puing bangunan rumahnya yang masih tersisa. Di antaranya anyaman bambu, tiang bambu, serta genteng-genteng. Selama beberapa hari itu, Ahmad dan Jono begitu gigih menegakkan kembali rumahnya yang terempas banjir. Meski sebagian telah berdiri, namun rumah itu tak bisa tegak semuanya. Karena fondasi bagian belakang rumahnya telah amblas. ”Hanya ruang tengah yang masih ada fondasinya. Jadi kami pasang lagi tiang bambunya dan kami pasang sisa-sisa gedhek ini seadanya,” tuturnya.
Para tetangga Jono yang rumahnya juga mengalami rusak parah antara lain rumah keluarga Harianto, Sularso, Sunarno serta Suranto. Bedanya, para tetangga Jono lebih dulu menempati rumah mereka ketimbang keluarga Jono.

sumber: solo pos .co .id

BSP salurkan bantuan

PT Bakrie Sumatera Plantations (BSP) menyalurkan bantuan sembako untuk 1.000 kepala keluarga (KK) di Posko-Posko pengungsian wilayah Solo, Karangnyar dan Sukoharjo, Kamis (10/1).
Vice President Corporate Social Responsibility (CSR) BSP Grup Suwandi mengatakan kegiatan penyaluran bantuan bencana adalah salah satu wujud kepedulian kelompok usaha Bakrie kepada korban banjir dan bencana longsor di wilayah Soloraya. ”Bantuan bencana ini akan terus berlanjut untuk meringankan beban dan penderitaan korban bencana. Penyaluran bantuan ini telah menjadi komitmen perusahaan dengan menyisihkan dana kegiatan 1,5% dari laba bersih perusahaan tiap tahun,” kata dia kepada wartawan di sela-sela penyaluran bantuan di wilayah Joyotakan, Kamis (10/1)

sumber: solo pos .co .id

Bang Yos bantu korban banjir

Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso atau akrab dipanggil Bang Yos bersama puluhan simpatisannya mendatangi wilayah-wilayah banjir di Solo dan bencana longsor di Karanganyar, Kamis (10/1).
Di Pintu Air Demangan Sangkrah, Bang Yos membagikan kalender dan bingkisan kepada warga di bantaran sungai di wilayah Sangkrah. Dari Demangan Sangkrah, Bang Yos melanjutkan perjalanan ke Desa Mogol dan Desa Tengklik Kabupaten Karanganyar.
Tim sukses Yos Center Jateng Edi Subiyanto menepis anggapan bahwa kedatangan Bang Yos kali ini untuk tebar pesona atau kampanye menjelang Pilpres 2009. ”Kalau sekarang ini dikatakan tebar pesona tidak benar atau kampanye tidak benar. Terserah penilaian orang,” tepisnya. Di Joyotakan, Serengan, dibagikan 300 paket seragam, peralatan sekolah serta pakaian dalam anak-anak untuk siswa.

sumber: solo pos .co .id

Pemkot Solo dan TNI Gelar Pengobatan Massal Korban Banjir

Pemerintah Kota Solo dan TNI Angkatan Darat menggelar pengobatan massal gratis untuk ribuan korban banjir di Solo dan sekitarnya, Senin (7/1) kemarin. Pengobatan massal dilakukan untuk meringankan nasib korban banjir, yang mulai dijangkiti penyakit pasca banjir yang melanda wilayah mereka.

Pengobatan massal ini dilakukan oleh Komando Distrik Militer 07 Surakarta, bekerjasama dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), serta pemerintah Kota Solo. Ribuan warga mendatangi lokasi pengobatan massal yang digelar di Balai Kota Solo.

Pemeriksaan meliputi perawatan kesehatan dan operasi ringan, serta pemeriksaan mata dan gigi. Lebih dari seratus tenaga dokter dilibatkan bersama ratusan tenaga medis lainnya dalam pengobatan massal ini.

sumber: metro tv news .com

Mereka terpaksa bertahan hidup di rumah reyot

Sebagai orang kecil, yang namanya bantuan tetap saja diharapkan. Rumah ambruk begini ya tentu saja saya berharap ada bantuan turun,” ujar warga RT 02/ RT I Kelurahan Sewu Jebres Siti Yuliah saat ditemui Espos di rumahnya, Senin (7/1).
Meskipun rumah yang ambruk itu hanya berdinding kayu, namun bagi Siti, rumah merupakan harta berharga bagi keluarganya. Rumah tempat berlindung dari derasnya hujan dan panasnya sinar matahari.

Menurut dia, rumahnya itu ambruk rata dengan tanah bersamaan dengan datangnya banjir Rabu (26/12) pagi. Beruntung, saat ambruk, di dalam rumah itu tak ada orang di dalamnya.
”Sampai saat ini belum ada orang yang mendata rumah rusak ke daerah ini. Rumah saya ini ada sertifikatnya, jadi sah. Semoga saja ada bantuan buat memperbaiki rumah saya,” kata dia.
Senada, warga RT 01/ RW I Kelurahan Sewu Srijono juga berharap Pemkot Solo memberikan bantuan kepadanya. Sebab, saat ini separuh bangunan rumahnya yang berada persis di sisi barat Sungai Bengawan Solo itu, ambruk. Praktis, kini tinggal separuhnya saja yang bisa dimanfaatkan untuk berlindung.

Meskipun kondisi rumahnya kini sudah miring, kata dia, dia dan keluarganya tetap nekat menempatinya lantaran tak memiliki rumah lain. Sehingga dia tak memiliki pilihan kecuali untuk tetap bertahan di dalam rumah reyot berdinding kayu itu.
”Saya hanya berharap ada bantuan dari Pemkot. Sebenarnya rumah saya ini dapat bantuan Rumah Tak Layak Huni (RTLH-red), tapi materialnya keburu hanyut ke bawa banjir,” katanya sembari menerangkan dia menyewa tanah untuk dipakai untuk membangun rumah.
Dia mengatakan, hingga saat ini belum ada pihak yang mendata bangunan yang akan diberi bantuan. Dirinya hanya didata untuk keperluan relokasi rumah.

sumber: solo pos .co .id

Lima Kecamatan di Pati Masih Terendam



Sudah dua pekan banjir menggenangi rumah penduduk di lima kecamatan di Pati, Jawa Tengah. Bahkan, hingga Selasa (8/1) malam, ketinggian air di belasan desa, terutama yang berada dekat aliran Sungai Juwana belum surut secara berarti. Akibatnya ratusan orang yang mengungsi di tenda darurat di lokasi bekas stasiun kereta api mulai diserang penyakit.

Seorang di antara pengungsi yang sakit adalah Sukandar. Ia menderita sakit tulang dan lumpuh. Kakek yang sudah renta ini baru dievakuasi setelah tim penanggulangan banjir yang dipimpin Gubernur Jawa Tengah Ali Mufiz mendatangi lokasi pengungsian warga. Padahal, sudah dua pekan Sukandar bersama seratus lebih warga bertahan di pengungsian tanpa mendapat pengobatan berarti. Sukandar kemudian langsung dibawa ke rumah sakit untuk dirawat intensif. Ini mengingat kondisi kesehatannya cukup parah.

Di Pandeglang, Banten, air bah yang merendam Kecamatan Patia dan Pagelaran, Selasa siang, berangsur surut. Ketinggian air saat ini tinggal setengah meter. Namun, warga mengkhawatirkan banjir susulan. Kekhawatiran warga memang beralasan lantaran kondisi air Sungai Ciliman dan Cilemer yang sebelumnya meluap kembali meninggi seiring hujan masih terus turun. Adapun akses jalan antardesa di dua kecamatan yang semula sempat terputus, sekarang sudah dapat dilewati.

Banjir yang melanda Pandeglang ini seharusnya sudah bisa diatasi sejak tahun 2001. Sebab, bantuan penanganan banjir dari pemerintah pusat cukup besar, terutama untuk pembuatan sodetan dan tanggul di sepanjang Sungai Ciliman dan Cilemer. Kendati dana terus mengalir, banjir tetap saja melanda kawasan tersebut.

sumber: liputan 6 .com

Hujan angin, rumah warga hancur tertimpa pohon

Hujan deras disertai angin kencang yang melanda wilayah Kabupaten Karanganyar, Senin (7/1) menyebabkan sebagian bangunan rumah milik Wagimin, 50, warga Cangakan, Kecamatan Karanganyar, hancur lantaran tertimpa pohon tumbang.

Beruntung isteri dan seorang anaknya bisa menyelamatkan diri dalam kejadian tersebut.
Namun demikian, akibat peristiwa itu, Wagimin dan keluarganya menderita kerugian lebih kurang senilai Rp 10 juta, karena bagian belakang rumah warga Manggung RT IV/RW VIII ini hancur tertimpa pohon trembesi yang berada di pekarangan rumah. Menurut keterangan Camat Karanganyar, Tri Widodo, pihak Pemerintah Kecamatan Karanganyar telah mendata kerusakan akibat peristiwa tersebut. ”Peristiwa ini sudah kami data dan kami laporkan serta usulkan ke Pemerintah Kabupaten untuk mendapat bantuan. Untuk sementara ini, pemerintah memberi bantuan untuk warga yang bergotong-royong membersihkan reruntuhan,” ujarnya ketika ditemui Espos di lokasi, Selasa (8/1).
Sementara Kepala Kantor Kesbanglinmas Karanganyar, Suharno, melalui Kasi Kesiagaan dan Penanggulangan, AP Heru Kristianto, mengatakan hujan deras disertai angin kencang yang melanda wilayah Kabupaten Karanganyar, Senin (7/1), menyebabkan sejumlah pohon tumbang. Dan salah satunya menimpa rumah Wagimin yang sehari-hari bekerja sebagai pengemudi becak.

Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak lengah saat terjadi hujan deras, apalagi disertai angin kencang. Terlebih curah hujan yang mengguyur Karanganyar tergolong tinggi sejak beberapa bulan terakhir. Apalagi menjelang akhir tahun 2007, bencana alam berupa banjir dan tanah longsor melanda sejumlah wilayah kecamatan di Kabupaten Karanganyar. ”Warga hendaknya tetap waspada pada saat hujan deras dan angin kencang. Sehingga tidak sampai jatuh korban jiwa maupun korban luka. Karena saat ini, hujan deras juga masih terus mengguyur Karanganyar hampir setiap hari,” paparnya.

sumber: solo pos .co .id

Puncak Merbabu diprediksi terjadi badai

Koordinator Polisi Hutan (Polhut) Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGM) Eko Novi memprediksi puncak Gunung Merbabu akan terjadi pada malam 1 Sura, Rabu (9/1) ini. Pihaknya mengimbau para pendaki mewaspadai kondisi tersebut.
Prediksi ini berdasarkan cuaca saat ini yang tidak menentu. ”Kami mengimbau para pendaki untuk mewaspadai kondisi tersebut, karena bisa memicu terjadinya bencana atau yang lain,” ujarnya kepada Espos, Selasa (8/1).

Ditambahkannya, dalam pengamanan malam 1 Sura, pihaknya telah menyiapkan pengamanan di empat pos, masing-masing pos Selo, Tekelan, Cuntel dan Wekas. Eko menyatakan para pendaki itu diperkirakan akan menggelar ritual di sejumlah kawasan di puncak Merbabu, di antaranya di kawah puncak Merbabu, Watu Gubuk, Kenteng Songo dan Puncak Syarif.
Terpisah, Tim SAR Boyolali menyiagakan 35 orang anggota untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya bencana saat pendakian pada malam 1 Sura. Komandan tim SAR Boyolali Yoyok Kurniawan FP menjelaskan seluruh anggota yang disiagakan itu akan melakukan pengamanan di enam titik lokasi rawan di jalur pendakian Gunung Merapi dan dua titik di jalur pendakian Merbabu.

”Keenam titik itu antara lain Puncak Garuda, Pasar Bubrah, Nglondon, Pos II dan Pertigaan Kartini. Sedang, untuk jalur Merbabu disiagakan di Puncak Syarif dan Ngagrong, Ampel,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (8/1).
Ditambahkannya, diperkirakan jumlah pendaki pada Malam 1 Sura mencapai sekitar 1.000 orang. Pihaknya mengimbau para pendaki untuk tetap waspada, terutama di titik-titik rawan di kawasan Merbabu dan Merapi. Titik-titik rawan, itu dikarenakan akan berpotensi terjadinya longsor dan bahaya lainnya, meski saat ini kondisi Merapi pada status aman.
Yoyok menambahkan untuk jalur pendakian Merbabu, pihaknya juga meminta agar pendaki mewaspadai jalur yang akan dilewati, terutama di jalur Ngagrong, karena banyaknya jalan simpang yang dikhawatirkan bisa menyesatkan para pendaki.

sumber: solo pos .co .id

Ribuan ayam tak selamat dari puting beliung

barangkali tak menyangka kalau mendung yang kelam siang itu merupakan awal petaka baginya. Pria yang tinggal di Salem, Saren, Kalijambe itu menuturkan, sebelum puting beliung menerjang wilayah Kalijambe dan sekitarnya, Senin (7/1), cuaca siang itu memang mendung. Setelah itu hujan deras mengguyur dan disertai puting beliung yang menghancurkan kandang ayamnya.

”Angin itu datangnya dari arah barat daya menuju ke timur laut. Selain mendung, hujan yang lebat membuat saya tidak melihat sesuatu yang berjarak kurang dari lima meter,” ungkapnya saat ditemui Espos, Selasa (8/1), di sela-sela membersihkan kandang ayam yang sudah rata dengan tanah itu.
Sekalipun dia tidak dapat melihat apa-apa akibat hujan yang deras, namun dia tetap berusaha lari menghindari terpaan angin dan reruntuhan kandang. Malang baginya, saat dia berusaha berlari ke luar kandang, dua buah genting dan satu kayu usuk sempat mengenai kepalanya. ”Tidak semua tempat dilalui angin yang memutar-mutar itu. Kebetulan kandang ayam ini salah satu titik yang dilalui, makanya kondisi kandang ini hancur total.”
Dia mengatakan meski sempat terkena pecahan genteng dan kayu usuk, namun kejadian tersebut tidak dirasakan lagi. ”Beruntung, saya masih dapat selamat. Tapi, kalau saya tidak cepat-cepat keluar dari kandang, pasti ceritanya bakal lain. Saat itu pun saya tidak mengetahui di mana posisi teman saya Pardi, yang kebetulan menjaga kandang juga. Tapi setelah hujan agak reda saya dapat menemukan Pardi dalam keadaan selamat,” kata dia.
Sehari setelah puting beliung dirinya hanya mendapatkan tugas dari pemilik kandang, Yono, warga Kaloran, Gemolong. Sembari, untuk membersihkan puing-puing reruntuhan. Tak hanya itu, Pamin juga berusaha mencari ayam yang barangkali masih bisa diselamatkan. Saat pembersihan kandang, dirinya tidak sendirian, puluhan teman-temannya juga berusaha untuk membantunya.
”Jumlah ayam yang ada mencapai 4.000 ekor. Mengenai jumlah kerugian, saya tidak mengetahui secara pasti, hanya saja menurut informasi mencapai Rp 100 juta lebih. Selain kandang rusak dan ayam mati, sarana dan prasarana misalnya ember, tempat minum, dan lain sebagainya juga ludes,” paparnya.

Lebih lanjut dia menuturkan hanya 150 ekor ayam yang dapat diselamatkan. ”Untuk ayam yang bisa diselamatkan kondisinya juga parah. Makanya, untuk membangun tempat ini seperti semula, kemungkinan besar harus dari nol lagi,” ulas dia.

sumber: solo pos .co .id

Korban bencana Wonogiri diminta bersedia direlokasi

Pemkab Wonogiri berencana merelokasi warga yang menempati lahan yang rawan bencana. Namun relokasi tidak akan dilakukan sebelum warga korban bencana menyadari pentingnya relokasi.
Untuk itu, Bupati meminta tokoh masyarakat di daerah bencana memberikan penyadaran tentang pentingnya relokasi kepada korban bencana alam. Saat ditemui Espos, Selasa (8/1), Bupati Begug Poernomosidi mengatakan transmigrasi merupakan pilihan terakhir jika tidak ada lagi lahan yang akan dijadikan relokasi warga. Bupati mengaku tidak rela dan tidak ikhlas jika warga Wonogiri yang ikut transmigrasi hanya menjadi kere (miskin). ”Perlu ada pembekalan bagi warga yang ikut transmigrasi. Transmigrasi itu pilihan terakhir.”
Bupati menegaskan prinsip lahan relokasi adalah warga korban bencana tidak lagi terisolasi, lingkungan aman dan tidak berbahaya serta tidak jauh dari perkotaan.
”Pemkab masih melakukan pendataan, berapa jumlah warga yang harus direlokasi. Pemkab juga belum berani menentukan lokasi relokasi karena belum mendapatkan jumlah pasti. Jika sedikit, maka ditempatkan tidak jauh dari daerah asal. Tetapi kalau banyak, dijadikan satu.”
Bupati menegaskan lokasi awal sudah tidak lagi nyaman dijadikan permukiman. ”Kami minta tokoh masyarakat mendekati warga dan berbicara dari hati ke hati. Karena sangat tidak mungkin warga kembali ke lokasi bekas bencana. Banyak lahan yang disiapkan, tetapi semua menunggu data pasti.”

Bersedia

Terpisah, Camat Sidoharjo, Supardi SH, mengatakan sebanyak 12 rumah hanyut ditelan banjir 26 Desember lalu. Rumah-rumah itu tersebar di empat dusun. Yakni Dusun Nawangan, Pengkol dan Bulak, Desa Sembukerep dan satu rumah di Dusun Banjaran, Desa Tempursari.
Sementara beberapa warga Dusun Pagan, Hargantoro, Tirtomoyo mengaku bersedia direlokasi asalkan lokasinya tidak jauh dari rumah awal. Sebelumnya, Kades Sendangmulyo, Darto mengatakan belum memikirkan soal relokasi. ”Kami masih konsentrasi kepada pencarian korban. Setelah semua selesai, baru berpikir ke masalah relokasi. Tetapi kalau relokasi menggunakan lahan milik desa sudah tidak ada.”
sumber: solo pos .co .id

Sebagian korban bencana keberatan direlokasi

Sebagian warga yang tinggal di daerah rawan bencana alam masih enggan untuk direlokasi ke tempat lain yang lebih aman.
Kendati saat ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karanganyar telah menyediakan tempat bagi korban tanah longsor di Perumahan Jeruksawit, Gondangrejo, namun mereka tetap berat hati untuk meninggalkan tanah kelahiran mereka. Seperti diungkapkan Giyo Sugiarso, 42, salah satu korban selamat bencana tanah longsor di Desa Ledoksari, Tawangmangu. Kendati merasa waswas akan ancaman longsor susulan, namun bapak tiga anak ini merasa sangat berat jika ia dan keluarganya harus pindah ke tempat lain. Apalagi, jika tempat itu masih asing baginya.
”Kalau dibilang takut, ya rasa takut itu tetap ada. Tapi, kalau disuruh pindah ke tempat lain, bagaimana ya? Saya kok masih belum sreg,” ungkapnya saat ditemui Espos di lokasi longsor, pekan lalu.
Menurut warga Ledoksari RT 03/RW XII ini, tanah kelahirannya tersebut sudah memberikan penghidupan bagi warga setempat. Banyak warga yang menggantungkan hidupnya serta bermata pencaharian di tanah tersebut. Meski beberapa hari lalu terjadi longsor dan memakan korban nyawa, bukan berarti warga langsung mau direlokasi ke tempat lain.
”Niat pemerintah itu memang baik. Tapi ini adalah tanah leluhur kami. Kalau diminta meninggalkan daerah ini, saya masih berat,” tambahnya.
Sementara itu Sutaryo, Ketua RW VII Nigasan, Kecamatan Karangpandan, menyatakan bencana tanah ambles di daerah tersebut telah merusakkan infrastruktur bangunan dan jalan perkampungan. Sebagian warga juga terpaksa mengungsi ke tempat lain karena rumah mereka rusak.
Menumpang
”Saya kurang tahu apakah warga mau dipindah ke tempat lain, meski daerah sini sudah berbahaya untuk ditempati. Setahu saya, warga lebih memilih untuk menumpang di rumah-rumah famili yang masih dekat-dekat sini,” ujarnya.
Sedangkan Sarno, 35, warga Dusun Karanganyar RT 06, Desa Seloromo, Kecamatan Jenawi, mengaku enggan untuk pindah jauh-jauh dari desanya. Kalau harus mengungsi, dia lebih memilih untuk mengungsi di Balaidesa Seloromo atau menumpang di rumah saudaranya.
”Dengar-dengar, pemerintah memang mau memindahkan warga sini ke tempat lain. Tapi, kalau jauh-jauh, gimana ya? Saya masih bingung harus bagaimana. Tempatnya saya juga pernah tahu. Kalau boleh memilih, apa tidak lebih baik di dekat-dekat sini saja. Saya juga masih punya saudara di dekat sini,” kata dia.

Pada kesempatan sebelumnya, Bupati Karanganyar, Rina Iriani, menyatakan ada empat kecamatan yang sebagian warganya harus direlokasi, yakni Kecamatan Tawangmangu, Jatiyoso, Karangpandan dan Jenawi. Sebagian warga di empat wilayah kecamatan tersebut perlu direlokasi lantaran daerah tempat tinggal mereka sudah tidak memungkinkan lagi dihuni. ”Pemkab menyiapkan 350 unit rumah di Jeruksawit, Gondangrejo, untuk tempat relokasi. Tetapi kendalanya, warga memang lebih memilih tinggal di tempat asal mereka,” ungkapnya.
Ditambahkan Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi (KIK) Karanganyar, Iskandar, relokasi korban tanah longsor ke Perumahan Jeruksawit memanfaatkan program perumahan bersubsidi yang disediakan oleh Kementrian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera).

sumber: solo pos .co .id

Korban Banjir di Solo Kesulitan Air Bersih



Warga korban banjir di Solo, Jawa Tengah mengalami kesulitan air bersih. Pasalnya, pasokan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) macet menyusul rusaknya instalasi pengolahan air akibat diterjang banjir dari Bengawan Solo.

Dari pantauan SCTV, Ahad (6/1), guna memenuhi kebutuhan sehari-hari warga hanya mengandalkan bantuan air dari PDAM yang dikirim melalui truk tangki. Warga tidak berani menggunakan air dari sumur atau sumber air lain untuk memasak dan minum karena kotor dan tercemar sampah.

Banjir juga masih menggenangi jalur pantai utara di Semarang, Jawa Tengah. Akibatnya, banyak mobil kecil dan sepeda motor tidak berani melintas karena takut mogok. Kondisi terparah terjadi di Jalan Kaligawe, Raden Patah, dan Empu Tantular.

Sementara itu, genangan banjir di Bojonegoro, Jawa Timur mulai surut. Menurut laporan reporter SCTV Boy Bakamoro, genangan air kini mencapai setinggi lutut. Meski begitu, masih banyak warga yang mengungsi, salah satunya di kompleks Masjid At-Taqwa di Jalan Teuku Umar. Kondisi para pengungsi di tempat ini cukup baik karena bantuan makanan sangat memadai. Namun, ada beberapa warga yang mulai terserang penyakit, seperi diare dan gangguan saluran pernapasan.

Di tempat lain, pihak Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Bojonegoro mulai berbenah pascabanjir. Ini karena sekolah akan dipakai ujian akhir semester. Tapi, Dinas Pendidikan setempat akan mengundurkan jadwal ujian jika keadaan tak memungkinkan.

sumber: liputan 6 .com

Hujan Deras Disertai Angin Ribut Melanda Solo



Hujan deras disertai angin kencang melanda Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (7/1) petang. Meski hanya berlangsung selama satu jam, sejumlah pohon besar di tepi jalan utama Kota Solo bertumbangan dan menutup ruas jalan sehingga memacetkan lalu lintas. Guna menghindari penumpukan, semua jenis kendaraan dialihkan melalui jalur lambat.

Hujan deras disertai angin kencang juga membuat warga Solo panik karena khawatir hujan akan menyebabkan banjir. Apalagi, sejumlah tanggul dan penahan sungai yang rusak akibat luapan Sungai Bengawan Solo beberapa waktu silam, sampai saat ini belum diperbaiki.

Sementara hujan deras disertai angin kencang di Cirebon, Jawa Barat, mengakibatkan satu papan reklame mbruk. Papan reklame tersebut menimpa warung dan satu unit mobil yang tengah parkir di pinggir jalan. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Selain papan reklame, sejumlah pohon besar yang berada di tepi jalan juga tumbang. Pohon yang tumbang menghalangi jalan dan membuat kemacetan.

sumber: liputan 6 .com

Puting beliung kembali terjang Soloraya

Puting beliung kembali menerjang sejumlah daerah di Soloraya, Senin (7/1) siang. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu, namun beberapa rumah warga mengalami kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah.
Di Kabupaten Sragen, dua rumah dan satu kandang ayam roboh sementara belasan rumah lainnya rusak. Di Wonogiri, satu rumah warga di Gumiwang Lor, Wuryantoro roboh, sementara di Karanganyar, tiga rumah di Desa Dayu, Gondangrejo, dilaporkan mengalami kerusakan parah.

Puting beliung tersebut terjadi sekitar pukul 13.30 WIB saat hujan deras melanda sejumlah kawasan di Soloraya. Salah seorang warga Girimargo, Miri, Sragen, Sumarni, 30, menuturkan angin kencang yang berputar dari arah selatan menuju utara dan menyebabkan dua pohon jati miliknya tumbang dan mengenai atap rumah. Akibatnya, beberapa genteng pecah. ”Saat angin kencang terjadi sebenarnya hujan belum deras. Tapi setelah pohon jati tumbang lalu diikuti oleh hujan yang cukup lebat,” jelasnya saat ditemui Espos di kediamannya, kemarin sore. Dia menuturkan setelah hujan reda warga kemudian bergotong-royong memperbaiki rumahnya yang rusak.

Warga Candirejo, Kwangen, Gemolong, Setu Karyanto, 40, menambahkan banyak genteng rumah beterbangan akibat terjangan puting beliung itu. ”Anginnya itu mutar-mutar bersamaan hujan deras. Saat angin tersebut datang sangat kelihatan sekali pusarannya.”
Kepala Pelaksana Harian Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) yang juga Kepala Kantor Kesbangpol dan Linmas Sragen, Wangsit Sukono, menyatakan rumah rusak parah milik Edy Purwanto, warga Kategan, Kelurahan Gemolong, Gemolong, serta Surip, 45, warga RT 16 Dukuh Sumberejo, Gebang, Masaran. Rumah milik Edy Purwanto ambruk karena tertimpa pohon nangka, sedangkan bagian rumah milik Surip tepatnya bagian dapur ambruk karena tertimpa pohon jati. ”Beruntung, saat hujan deras mengguyur dan mulai muncul angin kencang, korban bersama anggota keluarga mereka segera keluar rumah,” kata Wangsit ketika dikonfirmasi Espos, Senin.

Selain melanda Gemolong dan Masaran, puting beliung juga menerjang daerah Miri, Kalijambe dan Sukodono. Wangsit menambahkan sebuah kandang ayam milik Sumarno S, 45, warga Kwangen, porak-poranda. Sekitar 4.000 ekor ayam yang sedang berada di dalam kandang dilaporkan mati tertimpa bagian bangunan kandang. Sedangkan puting beliung yang menerjang Miri hanya mengakibatkan sejumlah rumah rusak sedang dan ringan. Sementara di Sukodono, satu rumah di Desa Juwok dilaporkan roboh dan di Desa Gebang sebuah tower juga roboh.
Guna meringankan derita korban puting beliung, Pemkab Sragen telah menyerahkan bantuan uang senilai Rp 1,5 juta untuk Edy Purwanto warga Gemolong dan Surip warga Gebang, Masaran. Sedangkan untuk korban angin kencang di Kwangen, Kalijambe, Sumarno, Pemkab sedang menginventarisasi tingkat kerugiannya.
Sementara itu Camat Gondangrejo, Karanganyar, Joko Budi Utomo, ketika dihubungi menyatakan sebanyak tiga rumah di Desa Dayu mengalami kerusakan. ”Kerusakan ditaksir sekitar Rp 50 juta. Para korban sementara mengungsi di rumah tetangga atau saudara,” ujar Joko.

Angin kencang juga menyebabkan sejumlah pohon turus di Tasikmadu, Karanganyar, tumbang. Berdasarkan pantauan Espos, sejumlah pohon tumbang di jalan belakang kompleks Pabrik Gula (PG) Tasikmadu hingga pertigaan Beji. Ukuran pohon yang tumbang bervariasi, namun kebanyakan adalah pohon berukuran kecil dan sedang. Sebagian di antaranya jatuh menutup jalan. Oleh warga setempat, pohon tersebut segera dipotong dan disingkirkan ke pinggir jalan agar tidak mengganggu arus lalu lintas di kawasan tersebut.
Sedangkan di Wonogiri, sebuah rumah milik Samikem, warga RT 01/II, Ngasem, Gumiwang Lor, Wuryantoro juga roboh akibat terjangan puting beliung. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu, namun korban sementara ini menginap di rumah familinya.
Adanya bencana itu, langsung direspons oleh PMI Cabang Wonogiri dan Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP Wonogiri. Kedua lembaga itu langsung menurunkan personel dan memberikan bantuan Sembako dan uang tunai.
Bantuan Baguna PDIP diserahkan oleh Ketua DPC PDIP Wonogiri, Wawan Setya Nugraha, berupa paket Sembako dan uang senilai Rp 1 juta. Sedangkan bantuan dari PMI Cabang Wonogiri berupa paket kebersihan, beras satu karung, mi instan, kecap, gula serta terpal.
Salah seorang warga yang datang ke lokasi bencana, Daryono, menceritakan rumah tersebut dihuni oleh tiga orang. ”Saat kejadian, pemilik rumah, Samikem, sedang ke ladang menunggui tanaman agar tidak diserang kawanan kera, sedangkan anak-anaknya juga pergi,” jelas Daryono.
Lebih lanjut Daryono menceritakan saat itu angin dari arah barat atau tegalan berputar-putar. ”Sesampai di lokasi kejadian, angin itu menghantam pohon petai kemudian tumbang. Pohon petai itu menimpa rumah Samikem sehingga roboh. Saat pulang, Samikem mendapati rumahnya hancur.”

sumber: solo pos .co .id

Tak bisa bantu materi, mahasiswa resik-resik rumah warga

Sambil tertawa-tawa dan bersenda gurau, sejumlah mahasiswa, Minggu (6/1) siang itu, berbaris di depan rumah Sudiro Hadi Siswoyo, salah seorang korban banjir di RT 02/VI Kelurahan Pucangsawit, Jebres secara estafet memberikan ember berisi air ke rekan di sebelahnya.
Orang yang berada di ujung barisan paling dekat dengan rumah tersebut kemudian menyiramkan air itu ke lantai rumah yang dipenuhi lumpur sisa banjir sementara orang yang berada di dalam rumah menggosok dan menyapu lantai rumah tersebut untuk membuang lumpurnya hingga bersih.
Tanpa memedulikan pakaian dan tubuh mereka yang basah dan belepotan lumpur, mereka terus bekerja dengan penuh semangat. Sehingga saat tengah hari, lumpur yang semula setinggi paha orang dewasa, akhirnya berhasil dibersihkan. Kepuasan dan kegembiraan tampak di wajah mereka.

Salah seorang mahasiswa, Arif mengatakan ia dan teman-temannya datang jauh-jauh dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, memang khusus untuk membantu warga korban banjir membersihkan rumahnya. ”Kegiatan ini sudah kami lakukan sejak beberapa hari lalu. Tapi kami melakukannya bergantian dengan mahasiswa lain karena kami sedang ujian semester,” jelas Arif, saat ditemui Espos di sela-sela kegiatan.
Arif mengatakan sebelumnya teman-temannya yang tergabung dalam kelompok lain juga sudah membantu warga di wilayah banjir Kelurahan Sangkrah, Sewu dan Jurnasan, Pucangsawit. Setelah ini, kata dia, kelompoknya akan kembali ke Salatiga dan tugas bantu-bantu membersihkan rumah korban banjir akan dilanjutkan oleh kelompok lain.
Mahasiswa lain, Khusni Mubarok menambahkan setiap kali ada bencana, dimulai dari bencana tsunami di Aceh akhir 2004 lalu, ia dan teman-temannya secara sukarela membantu dengan tenaga. ”Mungkin kami memang tidak bisa banyak membantu dalam hal materi, lagi pula sudah banyak pihak yang melakukannya. Selain itu setelah bencana berlalu, kami pikir, bantuan tenaga lebih dibutuhkan,” ungkap Khusni.

Sementara itu, dikatakan mahasiswa lain, Heru, membantu dengan menyumbangkan tenaga lebih memuaskan dan terasa hasilnya. Juga lebih tepat pada sasaran yang membutuhkan.
Sementara itu, Sudiro, warga yang rumahnya dibantu oleh para mahasiswa tersebut mengatakan sangat senang dan bangga melihat anak-anak muda yang dengan penuh semangat dan tanpa pamrih menolong orang yang kesulitan.

sumber: solo pos .co .id

HPPK beri bantuan korban banjir

Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) memberikan bantuan untuk korban banjir, Senin (7/1). Ketua panitia penyaluran bantuan, H Tory S menerangkan, dengan disalurkannya bantuan, HPPK tercatat sudah dua kali memberikan bantuan.

”Tahap pertama diberikan pada saat terjadinya banjir awal, Rabu (26/12) yang berupa 300 bungkus nasi. Untuk bantuan yang tahap dua, kami memberikan bantuan berupa uang tunai kepada Solo Peduli bencana banjir senilai Rp 1 juta, kompor 45 buah, tujuh pasang sepatu, Sembako dan bantuan-bantuan yang lain,” terangnya saat ditemui Espos, Senin (7/1). Total dana untuk bencana banjir, sambung Tory, senilai Rp 19.120.000

sumber: solo pos .co .id

Sejumlah tanggul sungai di Jateng kritis

Kondisi sejumlah tanggul sungai di beberapa daerah di Jateng saat ini kritis dan rawan jebol. Bahkan sebagian air sungai sudah meluap hingga tanggul.
Anggota Komisi D DPRD Jateng, Kamal Fauzi, di Semarang, Senin (7/1), menyebutkan sebagian besar tanggul di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) di Kabupaten Grobogan, Demak, Kudus, Jepara dan Pati saat ini rawan jebol karena volume airnya ini terus bertambah pada musim hujan.

”Banjir akan terus menjadi ancaman di beberapa daerah tersebut ketika curah hujan semakin tinggi,” katanya.
Tanggul aliran Sungai Cabean, yang melalui Desa Tlogowanu, Guntur, Demak dan Brambang, Karangawen, Demak setinggi enam meter dengan panjang 45 meter, jebol karena tidak kuat menahan arus air sungai.
Akibatnya, kata Kamal, lahan seluas 450 hektare tergenang. Insiden serupa juga terjadi di Tunjungharjo, Tegowanu, Demak. Tanggul Sungai Tuntang yang berada di wilayah Grobogan dan Demak juga mengalami kondisi kritis.
Di Desa Prigi, Kebonagung, Grobogan, tanggul kanan mengalami sliding (bergeser) sepanjang empat meter dengan kedalaman dua meter. Di Desa Kemiri, Gubug, Grobogan, tanggul kanan ambles sepanjang 25 meter dengan kedalaman 0,4 meter.
”Untuk langkah darurat, saat ini dilakukan perbaikan dengan menggunakan 300 karung pasir,” katanya.
Ia meminta Pemerintah Provinsi Jateng segera meninggikan tanggul sungai tersebut. Jika tidak ditinggikan, dikhawatirkan akan timbul bencana.
Menurut dia, upaya yang dilakukan saat ini masih bersifat terbatas dan sementara. Karena itu, langkah-langkah yang dilakukan tidak bisa berfungsi efektif dalam jangka panjang.
”Jika sewaktu-waktu curah hujan tinggi dan mengakibatkan permukaan air meningkat, banjir sewaktu-waktu bisa menggenangi daerah sekitar sungai, seperti yang sekarang terjadi di Kudus,” katanya.
Petugas Seksi Penanggulangan Banjir dan Kekeringan Dinas PSDA Jateng, Bambang Purnomo Sidhi, mengakui banyak tanggul sungai di Jateng yang kritis, bahkan beberapa di antaranya sudah jebol.
Namun pihaknya belum bisa melakukan langkah apa pun, termasuk melakukan perbaikan karena kondisi medan belum memungkinkan. ”Kalau dipaksakan, justru kerusakan tanggul akan semakin parah,” katanya.

sumber: solo pos .co .id

Bantuan dana korban banjir terus mengalir

Bantuan dana untuk warga korban banjir di wilayah Solo terus mengalir. PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) menyalurkan bantuan senilai Rp 100 juta kepada Walikota Solo Joko Widodo, Senin (7/1).

Direktur Human Capital dan General Affair PT Telkom Faisal Syam mengatakan total bantuan yang diserahkan untuk Solo dan Karanganyar senilai Rp 150 juta. Dengan rincian, Rp 100 juta untuk korban banjir di Solo dan Rp 50 juga untuk bencana tanah longsor di Karanganyar. Secara keseluruhan, dia menambahkan bantuan yang disalurkan untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur tercatat senilai Rp 1,75 miliar.
Executive General Manager Telkom Divre IV Jateng dan DIY Zulhedi mengatakan bencana banjir dan tanah longsor yang melanda wilayah Jateng dan DIY tidak menimbulkan kerugian apapun terhadap PT Telkom. Dikatakannya, bencana tersebut hanya sedikit mengganggu fasilitas yang ada. Namun tidak ada kerugian yang cukup berarti.
Walikota Solo Joko Widodo mengatakan total bantuan yang diterima Pemkot Solo untuk korban banjir saat ini tengah dalam audit tim akuntan publik. Secara total berapa nilainya, Jokowi belum mau menyebutkannya. ”Sekarang semua bantuan uang sedang diaudit tim akuntan publik. Jadi belum tahu persis nilainya berapa,” terang Jokowi.
Jokowi mengatakan dana yang terkumpul hingga saat ini belum disalurkan kepada para korban banjir. Menurut Jokowi, penyaluran bantuan akan dilakukan setelah dana yang terkumpul benar-benar mampu mencakup seluruh korban banjir di wilayah Solo. ”Kalau saya berikan bantuan sekarang, nanti jadi masalah. Misalnya dana yang terkumpul hanya berapa dan mampunya mencakup satu kelurahan saja, pasti kelurahan lain akan iri.”
Bantuan uang yang disalurkan dari berbagai pihak terus mengalir ke Pemkot Solo. Beberapa pengusaha menyalurkan bantuan senilai Rp 205 juta, Bank Indonesia menyalurkan bantuan senilai Rp 125 juta dan PT Telkom salurkan bantuan Rp 100 juta.

sumber: solo pos .co .id

Gelombang di Laut Jawa diprakirakan satu meter

Tinggi gelombang di Laut Jawa yaitu di perairan pantai utara (Pantura) Jateng, Selasa (8/1) ini, diprakirakan berkisar 0,4 meter hingga 0,8 meter dan maksimalnya 1 meter.
Petugas Stasiun Meteorologi Maritim Semarang, Winarti, di Semarang, Senin (7/1), mengatakan dengan kondisi cuaca dan gelombang laut di perairan Pantura Jateng tersebut diprakirakan relatif aman untuk nelayan melaut.

Ia mengatakan kecepatan angin di wilayah perairan Pantura Jateng pada hari yang sama berkisar empat km-18 km per jam dari arah barat, sedangkan di Karimunjawa berkisar lima meter hingga dua 21 km per jam dan arah anginnya sama.
Gelombang laut di Karimunjawa pada hari yang sama diprakirakan 0,5 meter hingga satu meter dan maksimalnya 1,3 meter. Keadaan cuaca diprakirakan hujan ringan hingga sedang yaitu pada pagi, sore hingga malam hari.
Menyinggung tentang pasang surut air laut di Pantai Semarang, Selasa (8/1) ini, menurut dia, diprakirakan tertinggi mencapai satu meter terjadi pukul 21.00 WIB atau terendah 0,30 cm pada pukul 11.00 WIB.

Meskipun kondisi cuaca di perairan wilayah Pantura relatif aman, para nelayan perlu tetap waspada dan berhati-hati untuk menjaga keselamatan.
Mengenai gelombang laut di perairan pantai Laut Selatan yaitu di Cilacap pada hari Selasa ini diprakirakan berkisar 0,9 meter hingga dua meter dan maksimal 2,5 meter, sedangkan kecepatan angin antara delapan km-30 km per jam dari arah barat daya.
Di Laut Selatan bagian tengah pada hari yang sama, gelombangnya lebih tinggi, diprakirakan satu meter hingga 2,5 meter, maksimal tiga meter.
Oleh karena itu, kata dia, para nelayan di perairan Laut Selatan harus lebih waspada dan cermat melihat kondisi cuaca di laut tersebut karena gelombangnya lebih tinggi dan anginnya juga lebih kencang.

sumber: solo pos .co .id

Sarana belajar 193 sekolah rusak

Bencana banjir yang melanda sejumlah daerah di Jateng, telah mengakibatkan kerusakan sarana belajar 193 sekolah TK, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK.
Kepala Subdinas (Kasubdin) Pembinaan Pendidikan Dasar, Dinas P dan K Jateng, Drs Suhardi, menyatakan kerusakan sarana belajar akibat banjir paling banyak dialami SD/MI mencapai 127 sekolah.

”Sarana belajar yang rusak akibat banjir misalnya buku-buku pelajaran, buku daftar induk siswa dan komputer,” katanya ketika dihubungi Espos, di Semarang, Senin (7/1).
Menurut dia, bencana banjir tersebut tidak sampai menimbulkan kerusakan parah pada bangunan kelas dan sekolah.
Untuk mendata kerugian akibat banjir, sampai sekarang masih dilakukan inventarisasi oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota. ”Sampai sekarang belum diketahui nilai kerugian. Kami masih menunggu laporan dari Dinas Pendidikan kabupaten/kota,” tukasnya.
Lebih lanjut Suhardi menjelaskan berdasarkan data sampai awal Januari, sebanyak 193 sekolah mengalami kerusakan sarana belajar akibat banjir.
192 Sekolah itu meliputi TK sebanyak 32 sekolah dengan perincian di Solo (tiga sekolah) dan Sragen (29 sekolah).
SD/MI yang kebanjiran sebanyak 127 sekolah, meliputi Solo (28 sekolah), Sragen (47 sekolah), Grobogan (37 sekolah), Wonogiri (sembilan sekolah) dan Karanganyar (enam sekolah).
SMP/MTs sebanyak 28 sekolah meliputi Sukoharjo (12 sekolah), Wonogiri dan Sukoharjo masih-masing tujuh sekolah, serta Solo dan Sragen masing-masing satu sekolah.
SMA/SMK sebanyak enam sekolah meliputi Sragen dan Sukoharjo masing-masing dua sekolah, Karanganyar, Wonogiri, dan Solo masing-masing satu sekolah. ”Sekolah yang mengalami kerusakan akan mendapat prioritas bantuan,” tandasnya.

Sementara, Kepala Subbagian Hukum, Humas dan Ortala, Dinas P dan K Jateng, Drs Henky Sulomo, menyatakan tidak ada dana khusus bencana untuk membantu sekolah yang mengalami kerusakan akibat banjir.
Kendati demikian, sekolah yang rusak itu dapat dibantu melalui anggaran dana pengadaan perabotan atau mebel sekolah serta perbaikan ruang kelas.
”Anggaran dana pengadaan perabot sekolah senilai Rp 10 juta. Nanti dilihat skala prioritas, sekolah mana yang membutuhkan bantuan,” ujar dia.
Dia menambahkan dalam era otonomi daerah, perbaikan sekolah menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota setempat.

sumber: solo pos .co .id

Pemkab terus suplai kebutuhan logistik bagi pengungsi di Gerdu

Warga Desa Gerdu, Kecamatan Karangpandan, Karanganyar yang mengungsi di balaidesa setempat maupun di rumah warga diharapkan segera bisa tinggal di rumah kerabat mereka dalam pekan ini.

Bupati Karanganyar, Rina Iriani, mengatakan meskipun mereka tinggal di rumah kerabat, namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karanganyar masih akan menyuplai sejumlah kebutuhan warga. ”Bantuan masih kami berikan terus. Dan kami juga berharap warga tidak lagi mengungsi tetapi bisa tinggal dengan kerabat mereka. Karena saat ini Pemerintah Karanganyar juga masih berupaya mencari dana untuk recovery dan dana untuk merelokasi,” terang Bupati ketika ditemui Espos, di Gerdu, Kecamatan Karangpandan, Senin (7/1).
Bupati mengatakan Pemkab Karanganyar juga masih menunggu dana dari pemerintah, termasuk dari bantuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono senilai Rp 10 juta per kepala keluarga (KK). Rina mengatakan bantuan dari Presiden tersebut sangat berarti bagi Pemkab Karanganyar dalam mengatasi warga yang menjadi korban pascabencana.
”Kami juga masih menunggu bantuan dana dari pemerintah. Kalaupun diberikan secara bertahap juga tidak apa-apa. Karena bantuan itu sangat membantu kami dan masyarakat Karanganyar.”
Sementara Kepala Desa Gerdu, Suwarno, mengatakan rekahan di bukit di wilayah Desa Gerdu memang sudah mengkhawatirkan. Selain tanah merekah dan ambles hingga dua meter, rumah warga banyak yang berada di bawah bukit. Karena itu, mau tidak mau warga harus mengungsi untuk mencegah timbulnya korban jiwa bila terjadi longsor. Parahnya lagi, kata Suwarno, rekahan bukit tersebut terjadi sepanjang lebih kurang 500 meter.
Tidak berani
”Padahal bukit ini mengitari permukiman penduduk. Jadi kalau pagi, atau cuaca sedang bagus, memang ada warga yang ke rumah mereka atau ke kebun. Tetapi kalau sudah mendung apalagi hujan, warga harus kembali ke tempat pengungsian. Jadi rumah mereka sudah dikosongkan,” jelas Suwarno.

Terpisah, sejumlah pengungsi mengatakan tidak berani kembali ke rumah apalagi menghuni rumah mereka, karena ancaman tanah longsor. Salah seorang pengungsi, Karyo Parno, 40, mengatakan sudah tinggal bersama isteri dan empat anaknya di tempat pengungsian selama 10 hari.
Ketika ditanya mengenai kebutuhan selama di tempat pengungsian, Karyo dan warga yang lain mengatakan sudah dipenuhi oleh Pemkab dan bantuan dari masyarakat. ”Ya di tempat pengungsian saya dan isteri dan anak-anak tidur bersama dengan warga lainnya. Kalau kebutuhan sudah dicukupi dari pemerintah. Jadi bantuan diambil ke kecamatan lalu dibawa ke tempat pengungsian,” ujarnya ketika ditemui Espos, di tempat pengungsian.
Soal relokasi, Karyo mengatakan tidak keberatan. Namun hal itu juga bergantung pada warga yang lainnya. Warga RT 1 RW IV, Gerdu ini mau direlokasi kalau warga yang lain juga bersedia di relokasi. ”Soal relokasi, ya saya ikut teman-teman yang lain saja,” tuturnya.

sumber: solo pos .co .id

Taman Satwa Jurug Rusak Diterjang Banjir



Kebun Binatang Taru Jurug di Solo, Jawa Tengah, rusak akibat diterjang banjir. Menurut pengelola Taman Satwa Taru Jurug, jumlah pengunjung turun hingga 75 persen akibat banjir luapan Sungai Bengawan Solo. Selain itu, mereka harus menyiapkan pagar darurat karena salah satu satwa koleksi, kuda nil, hampir terlepas karena seluruh kandanya terendam.

Taman Satwa Taru Jurug memang rawan banjir karena berada persis di tepi Sungai Bengawan Solo. Pengelola taman di ujung timur Kota Solo ini khawatir taman satwa ini terus terancam jika Bengawan Solo terus meluap. Selain merendam Taman Jurug, banjir juga merusak warung-warung yang berada di kompleks kebun binatang. Bahkan, beberapa di antaranya roboh.

sumber: metro tv news .com

Ratusan Hektare Padi di Sragen Gagal Panen



Ratusan hektare sawah di Sragen, Jawa Tengah, gagal panen akibat banjir. Petani merugi miliaran rupiah. Salah satu area persawahan yang rusak berat akibat terjangan banjir bandang berada di Desa Pandakan, Kecamatan Sidoharjo, Sragen. Menurut salah seorang petani, Marjuki, banjir menyebabkan tanaman padinya rusak berat. Pada musim tanam kali ini, para petani merugi sekitar Rp 22 juta setiap hektarenya.

Saat banjir surut, para petani tidak bisa melakukan tanam ulang, karena tidak mampu membeli bibit padi dan pupuk. Mereka berharap pemerintah segera memberikan bantuan agar mereka kembali bisa bercocok tanam. Pemerintah Kabupaten Sragen mencatat selain Kecamatan Sidoharjo, ada 17 kecamatan lainnya yang terkena dampak banjir bandang. Industri pertanian sendiri merupakan sektor yang paling banyak mengalami kerugian. Karena dari 9.000 hektare area persawahan yang terendam banjir, 174 hektare di antaranya dipastikan gagal panen.

sumber: metro tv news .com

Soil Moisture di Jawa Berkurang, Sebabkan Banjir dan Longsor

Banjir dan tanah longsor yang menimpa kawasan Karanganyar dan Ngawi disebabkan oleh beberapa faktor. Curah hujan lebih dari 100mm/ jam dan berkurangnya kemampuan resapan tanah adalah salah satu di antaranya.

"Tepat pada 25 Desember kemarin, curah hujan mencapai lebih dari 100mm/ jam. Ini merupakan curah hujan yang tergolong sangat lebat," ujar Endro Santoso, Kepala Bidang Informasi Klimatologi dan Kualitas Udara Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) saat konferensi pers hasil tinjauan IPTEK terkait bencana banjir dan longsor, di kantor BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (4/1/2008).

Faktor tersebut, selain memicu banjir juga ternyata menjadi pemicu timbulnya longsor. "Air hujan yang turun rupanya menimpa tanah yang memiliki sifat fisik yang lunak, mudah hancur dan luruh bila terkena air karena tanah tersebut telah melewati batas kejenuhan. Bahkan kemampuan resapan tanah di wilayah Jawa tidak lebih dari 100 mili," ujar pengamat klimatologi dari ITB, Sri Legowo.

Dia menambahkan bahwa pada dasarnya sifat tanah di wilayah Indonesia memiliki daya serap air hujan hingga 200 mm. Sayangnya bangunan gedung di beberapa wilayah yang padat membuat tanah menjadi kedap sehingga tidak mampu meresap air. Hal ini pula yang menyebabkan Jakarta selalu terkena banjir. "Akibat kejenuhan dan kedap tersebut maka hal yang wajar jika hujan dalam kapasitas 100 mili mampu menyebabkan banjir karena air hujan tidak tertampung sehingga luber ke permukaan," jelasnya.

Oleh karena itu Sri Legowo menyarankan agar pemerintah dan masyarakat mau membuat beberapa wadah resapan. "Di rumah kita bisa membuat sumur resapan, di tingkat desa kita bisa membuat kolam resapan yang bisa juga berfungsi sebagai wahana memancing, sedangkan untuk regional ada beberapa yang sudah membuat waduk resapan," terangnya.

Selain pemantauan BMG, berdasarkan pemantauan morfologis, kaki Gunung Lawu memiliki relief bergelombang hingga berbukit dengan derajat kemiringan di atas 30 persen. Belum lagi breksi vulkanik dan tuf yang telah lapuk menjadi lempung pasiran dan bongkah-bongkah batuan ukuran kecil hingga besar. Berdasarkan penglihatan peta geologi skala 1:100.000 didapati bahwa daerah bencana dilewati oleh sesar turun dan mendatar. Bahkan dalam pemantauan juga terlihat adanya sedimentasi Bengawan Solo dan banyaknya lahan terbuka dan tutupan di hulu sungai tersebut.

Pemantauan ini melibatkan pihak Ristek, Lapan, BMG, ESDM, ITB, Bakosurtanal, dan BPPT. Berdasarkan data dari Bakornas, longsoran tanah yang terjadi di wilayah tersebut mengakibatkan korban jiwa sebanyak 62 orang, 12 orang hilang, 5 orang luka berat, 70 orang luka ringan, 21 jembatan rusak, dan 1.579 rumah rusak.

sumber: oke zone .com

Pintu Waduk Gajah Mungkur Dipenuhi Sampah

Perum Jasa Tirta I, pengelola Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, kehilangan 3 juta kWh lantaran tersumbatnya pintu air yang menuju ke turbin PLTA.

Banjir dari belasan sungai yang bermuara ke waduk tersebut membawa ribuan ton sampah berbagai jenis. Satu-satunya cara untuk membersihkan sampah di sekitar intake turbin air hanya dengan cara penyelaman.

"Hari ini diterjunkan delapan orang penyelam untuk membersihkan sampah mulai dari gelondongan kayu, pangkal bambu dan sampah-sampah lainnya. Hanya dengan cara itu pembersihan sampah di sekitar saluran air menuju turbin PLTA bisa dilakukan," kata Kepala Divisi Air dan Sumber Air Jasa Tirta I Suwartono, Jumat (4/1).

Akibat sampah yang menumpuk di sekitar pintu intake, terjadi pendangkalan delta waduk. Suwartono mengatakan air untuk menggerakkan turbin hanya bisa dibuka apabila ketinggian delta tidak lebih dari dua meter. "Tetapi sekarang ini ketinggiannya mencapai 4 meter," kata dia.

Menurut Suwartono, PLTA Gajah Mungkur sebenarnya tidak berfungsi sejak 18 Desember lalu. Perum Jasa Tirta sudah melakukan pembersihan menjelang Natal lalu, namun ketika air siap dialirkan ke turbin PLTA, banjir dari semua aliran sungai masuk ke waduk. "Praktis tidak ada gunanya pembersihan pintu waduk sebelumnya," kata dia.

Akibat tidak bisa digerakkannya turbin tersebut, kata Suwartono, PLN mengklaim mengalami kerugian setiap harinya sebesar Rp 50 juta. Bila dihitung sejak tidak beroperasinya PLTA Gajah Mungkur, potensi kerugian yang diderita PLN sudah mencapai Rp 1 miliar.

Pengelola Gajah Mungkur hingga kini terus berusaha mengurangi volume air waduk dengan cara tetap membuka dua pintu airnya. Menurut Suwartono, ketinggian air permukaan waduk sebenarnya sudah di bawah 136 meter, namun agar pembersihan sampah dapat cepat dilakukan, diputuskan tetap membuka dua pintu.

"Penyelaman sudah bisa dilakukan karena elevasi air sudah turun di titik 135,72. Tapi pintu air menuju Bengawan Solo tetap kami buka sampai elevasi berada di batas aman, yaitu 135,33 meter. Apalagi BMG memperkirakan hujan masih akan turun sampai dua pekan nanti," kata Suwartono.

sumber: tempo interaktif .com

Longsor & Banjir Karanganyar - Kerugian Material Mencapai Rp69 Miliar

Selain mengakibatkan 63 orang meninggal dunia, bencana tanah longsor dan bajir yang melanda kabupaten Karanganyar juga mengakibatkan kerusakan fasilitas umum dan fasilitas sosial mencapai Rp69 miliar.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) pemkab Karanganyar, Didik Joko Bakdono mengatakan, setelah dilakukan pendataan kerugian akibat kerusakan infrastruktur sarana umum dan fasilitas sosial nilainya mencapai sekitar Rp69 miliar.

Rinciannya, kerugian prasarana jalan dan jembatan Rp33,957 miliar, prasarana irigasi Rp23 miliar, drainase
Rp3,118 miliar dan sarana pendidikan Rp9,493 miliar. Dari pendataan yang dilakukan, sebanyak 37 jembatan dan jalan mengalami kerusakan.

Selain itu, 50 saluran irigasi, 42 sekolah dan 8 drainase juga turut mengalami kerusakan. "Untuk perbaikan kerusakan infrastruktur tersebut rencananya akan diajukan ke pemerintah provinsi dan pusat," kata Didik. Sebab jika hanya mengandalkan dari APBD kabupaten, sudah tentu tidak akan mampu mencukupi.

sumber: oke zone .com

Pemerintah Sragen Laporkan Kerugian Akibat Banjir Sebesar 192 Miliar

emerintah Kabupaten Sragen, Jawa Tengah melaporkan kerugian material akibat banjir yang melanda wilayahnya pekan lalu mencapai Rp 192 miliar. Kerugian terbanyak disebabkan oleh rusaknya pertanian dan infrastruktur seperti jalan, jembatan serta sekolah yang terendam banjir.

"Itu baru perkiraan sementara," kata Kepala Kesatuan Pembangunan dan Perlindungan Masyarakat Sragen, Wangsit Sungkono, Kamis (3/12).

Menurut Wangsit, pendataan kerugian akibat banjir masih terus dilakukan. Menurut dia, banjir yang berasal dari luapan Bengawan Solo itu telah merendam tidak kurang dari 9.000 rumah penduduk di 97 desa yang tersebar di 14 kecamatan.

Ratusan rumah di antaranya tenggelam dan saat genangan air surut, terhitung sedikitnya 57 rumah yang roboh dan sama sekali tidak bisa ditempati.

Menurut Wangsit, sektor pertanian merasakan dampak yang paling parah dari banjir tersebut. Selain membuat 7.389 hektar tanaman padi puso, jaringan irigasi juga mengalami kerusakan cukup parah.

Dia menyebutkan 10.729 hektare areal pertanian yang terendam air berhari-hari sehingga membuat tanaman musnah. "Total kerugian sementara dari sektor pertanian mencapai Rp 44 miliar lebih," kata dia.

Banjir juga merusakkan 36 jembatan penghubung antar desa di Sragen rusak. Sementara sarana pendidikan yang tidak bisa lagi dipergunakan untuk proses belajar mengajar mencapai 33 unit.

Wangsit mengatakan kerugian sementara itu telah dilaporkan ke pemerintah pusat. Meski sudah dilaporkan, Wangsit mengatakan besaran kerugian itu masih saja berubah karena pendataan belum selesai. "Harta benda milik warga yang hanyut belum dihitung," kata dia.

sumber: tempo interaktif .com

Korban banjir tagih bantuans

Warga korban banjir di Solo yang rumahnya hanyut atau rusak berat menagih bantuan untuk perbaikan rumah mereka. Sementara itu, hujan deras yang mengguyur Kota Solo sejak Jumat (4/1) siang hingga malam hari, menyebabkan warga Kampung Beton mendirikan lagi tenda pengungsian di tanggul sungai kampung setempat.

Wakil Ketua RW I, Kampung Beton, Kelurahan Sewu, Rudi, mengatakan sebelumnya dua tenda pengungsian di kampung tersebut telah dibongkar. Hujan deras yang mengguyur Kota Solo sejak siang, menyebabkan warga kembali membangun dua tenda sebagai langkah antisipasi.
”Berarti hingga malam ini (kemarin malam) ada tiga tenda. Sebelumnya cuma ada satu tenda, dua tenda dibongkar. Tapi melihat curah hujan yang terus menerus sejak siang, sore tadi warga kembali membangun dua tenda untuk berjaga-jaga. Sewaktu-waktu air naik, warga tinggal ke pengungsian,” kata Rudi.
Informasi yang dihimpun Espos, hingga pukul 23.00 WIB, warga korban banjir di sejumlah wilayah masih waspada akan banjir susulan. Seperti di wilayah RW VI Kelurahan Joyotakan. Ketua RW VI Joyotakan, Suwardi, mengatakan warga masih berjaga-jaga. ”Kami khawatir akan banjir susulan. Apalagi hujan masih terus menerus. Sejauh ini, hujan deras belum berdampak adanya genangan,” sebut dia.
Rudi mengatakan di Kampung Beton, masih ada lima keluarga yang tinggal di pengungsian yang terdapat di tanggul sungai itu.

Kepastian

Sementara itu, warga korban banjir meminta Pemkot Solo segera memberi kepastian dan kejelasan solusi bagi tempat tinggal mereka. Apakah akan jadi direlokasi atau sekadar diberi bantuan untuk perbaikan.
”Ya kalau bisa, saya berharap pemerintah segera memberi bantuan. Sekarang nasib saya dan keluarga saya belum jelas. Rumah kami hanyut terbawa arus Sungai Bengawan Solo, harta benda kami juga hilang. Kami belum tahu bagaimana nasib kami setelah ini,” tutur Sarianah, warga RT 5/XIII Sangkrah saat ditemui di tempatnya mengungsi di Balai Kelurahan Sangkrah.
Sebelum banjir menerjang rumahnya, Sarianah mengaku tidak sempat menyelamatkan harta benda. Untungnya, kedua anaknya yang berusia 5 tahun dan 2 tahun, serta suaminya yang bekerja sebagai pemulung, berhasil menyelamatkan diri.
Dia hanya menyayangkan karena rumah itu baru diperbaiki dari bantuan rehab rumah tak layak huni (RLTH) dari Pemkot. Kini, dia dan keluarganya hanya bisa menunggu kepastian adanya bantuan untuk perbaikan rumahnya. Yang dibutuhkannya sekarang adalah bantuan berupa uang atau material bangunan sehingga bisa segera memperbaiki rumah.
”Kalaupun mau direlokasi ke tempat lain, kami juga hanya bisa pasrah. Yang penting nasib kami jelas,” ujarnya. Hal senada juga dikemukakan Wiwik Widodo, 51.
Warga Kampung Kedung Belang RT 03/VI Pucangsawit, Jebres, yang rumahnya juga hanyut terbawa arus Sungai Bengawan Solo tersebut mengaku hanya bisa pasrah jika pemerintah ingin merelokasi.
Seperti halnya, Sarianah, Wiwik mengaku juga tidak sempat menyelamatkan satu pun harta bendanya. Kini, untuk sementara ia tinggal menumpang dan menggantungkan hidup di rumah tetangga sambil menunggu kejelasan nasib.
”Saya tinggal hanya dengan mertua saya, yang sudah berusia 70 tahun. Waktu banjir datang, kami hanya sempat menyelamatkan diri,” jelas laki-laki tuna netra yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang sapu keliling serta tukang pijat tersebut.
Wiwik sangat berharap ada bantuan dari pemerintah atau pihak lain terkait pengadaan tempat tinggal bagi dirinya dan mertuanya. Berdasarkan pantauan Espos, Jumat (4/1), rumah Wiwik yang terletak di tepi Sungai Bengawan Solo memang hanya tinggal fondasi serta sebuah sumur pompa. Sisanya, seperti pagar dan perabot yang ada di dalamnya hilang terbawa arus sungai saat banjir.
Sementara itu, Ketua RT 03/VI Pucangsawit, Siswo Supatmo mengatakan selain Wiwik, ada tujuh warga lainnya di wilayah RT tersebut yang rumahnya hanyut terbawa arus sungai. Sekarang mereka semua masih menunggu kejelasan nasib.
”Bantuan berupa makanan di sini sangat cukup. Namun, sekarang warga terutama yang rumahnya hanyut masih kebingungan bagaimana nasib mereka selanjutnya,” ujarnya.
Siswo berharap pemerintah segera memberikan kejelasan ada atau tidaknya bantuan bagi para warga tersebut. ”Sekarang yang kami butuhkan adalah bantuan berupa uang atau bahan bangunan, serta peralatan masak,” imbuhnya.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Plt Sekda Pemkot Solo, Supradi Kertamenawi, mengatakan hingga kini Pemkot masih melakukan pendataan jumlah rumah yang mengalami kerusakan. Termasuk juga soal anggaran untuk bantuan perbaikan rumah yang rusak akibat banjir. ”Dana yang dibutuhkan untuk penanganan pascabanjir termasuk bantuan perbaikan rumah paling sedikit butuh Rp 11 miliar. Yang nanti akan diusulkan dalam APBD 2008. Untuk memenuhi kebutuhan anggaran tersebut hingga kini tim anggaran Pemkot masih terus membahasnya,” sebut Supradi ketika dihubungi Jumat malam.
Pada bagian lain, Kasi Pengendalian Bencana Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Indarto mengatakan seluruh warga korban banjir di wilayah Solo sudah kembali di rumahnya masing-masing. Setelah sebelumnya, sebanyak 617 keluarga atau sekitar 2.468 jiwa masih bertahan di 14 Posko pengungsian hingga Kamis (3/1).
Indarto mengatakan tinggi muka air di pintu air Demangan, Sangkrah, setinggi 1,60 meter di bagian luar dan ketinggian air dari dalam kota 1,80 meter.
Sementara itu, berdasarkan pantauan Espos, Jumat (4/1) masih banyak warga yang menempati tenda-tenda pengungsian di atas tanggul. Seperti yang terlihat di Kampung Kedung Belang, Pucangsawit, Jebres.
Siswo Supatmo mengatakan meski banjir sudah surut, hingga kemarin masih banyak warga yang belum berani kembali menempati rumah mereka, yang sebelumnya terendam banjir lebih dari 2 meter.
Di satu sisi, kata Siswo, kondisi rumah masih lembab dan banyak lumpur. Perabotannya juga masih kotor dan basah, sehingga tidak nyaman untuk digunakan.
Sementara itu, sebanyak 5.411 sertifikat bidang tanah milik warga Solo rusak dan perlu perbaikan akibat banjir yang menerjang kawasan ini sepekan lalu. Pemkot Solo menyiapkan anggaran untuk perbaikan sertifikat itu.
Wakil Walikota (Wawali) Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan berdasarkan surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Solo jumlah warga yang mengajukan permohonan perbaikan sertifikat ada 5.411 bidang tanah.

Jumlah pemohon ini, kata Rudy, tersebar di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Serengan dan Kecamatan Jebres. Masing-masing rinciannya adalah Kecamatan Pasar Kliwon sebanyak 2.800 sertifikat bidang tanah, Kecamatan Jebres 687 sertifikat dan Kecamatan Serengan 1.924 sertifikat.

sumber: solo pos .co .id

Banjir masih ancam Solo

Puluhan drainase di Solo dinilai sudah tua dan mengalami kerusakan. Dengan kondisi drainase yang bobrok, banjir tetap akan mengancam Kota Bengawan.
Sementara itu warga Kelurahan Joyotakan, salah satu wilayah yang terkena banjir terparah di Solo, menuntut Pemkot segera melakukan perbaikan tanggul yang jebol.
Salah satu pakar kehutanan dari Balai Penelitian Kehutanan Solo, Ir Sukresno MSc mengungkapkan, luapan air Sungai Bengawan Solo yang terjadi beberapa hari lalu sebenarnya sudah beberapa kali terjadi. Namun sebelumnya tidak menimbulkan kerugian yang parah. ”Banjir di Solo sebenarnya tidak perlu terjadi bila curah hujan yang ekstrem saat itu, yaitu 240 mm per hari bisa ditampung dengan baik,” ujar Sukresno saat ditemui Espos, Rabu (2/1). Menurutnya, banjir terjadi antara lain karena tanggul sebagai penahan banjir sudah berubah fungsi.

Hal ini diperparah dengan kondisi tanggul yang retak-retak, kerusakan pompa air dan drainase.
Sementara itu pakar pengelola daerah aliran sungai (DAS) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hutan Tanaman, Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan, yang juga mantan Kepala Balai Teknologi Penggunaan DAS Bengawan Solo lebih dari 20 tahun, Ir C Nugroho Sulistyo P MSc mengungkapkan, ada beberapa penyebab banjir di Solo, yaitu tak berfungsinya drainase, luapan Sungai Bengawan Solo, dan kombinasi antara keduanya.
Drainase bobrok
Dari data Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Pemkot Solo disebutkan, saat ini sedikitnya ada 18 drainase yang bobrok dan harus mengalami perbaikan. Kasubdin Drainase DPU, Budi Santosa mengungkapkan, jumlah drainase yang bobrok sebenarnya lebih dari itu. Namun baru 18 itulah yang direncanakan untuk diperbaiki.
Pada bagian lain, warga Kelurahan Joyotakan menuntut Pemkot segera memperbaiki tanggul Kali Wingko yang jebol. Ketua LPMK Joyotakan Yulianto mengungkapkan, pihaknya sudah berkali-kali mendesak Pemkot untuk segera memperbaiki tanggul. Bahkan sebelum tanggul akhirnya jebol dan warga kebanjiran beberapa hari lalu

”Berkali-kali kami meminta perbaikan tanggul, tetapi tidak pernah ada respons dari Pemkot. Sampai kami bosan sendiri,” ujarnya. Dari informasi di Pemkot, lanjutnya, perbaikan menunggu kasus hukum dugaan korupsi Anggaran Biaya Tambahan (ABT) 2003.
Sikap Pemkot yang tak segera melakukan perbaikan ini disayangkan. Karena pada saat yang sama, Pemkot banyak membangun proyek-proyek berbujet besar tahun 2006 hingga 2007. Misalnya pembangunan Pasar Klithikan Notoharjo dengan anggaran mencapai Rp 9,8 miliar, bantuan Persis yang mencapai Rp 11 miliar, revitalisasi Balekambang hingga Rp 7,5 miliar, dan sejumlah megaproyek lainnya.

sumber: solo pos .co .id

Kerugian akibat bencana di Karanganyar capai Rp 69 M

Kerugian infrastruktur akibat bencana alam tanah longsor dan banjir di wilayah Kabupaten Karanganyar diperkirakan mencapai lebih dari Rp 69 miliar . Jumlah tersebut belum termasuk relokasi bagi warga yang menjadi korban musibah.
Bupati Karanganyar, Rina Iriani Sri Ratnaningsih, mengatakan taksiran kerugian itu baru meliputi infrastruktur berupa dam, jembatan, sekolah, jalan dan pengairan, sedangkan rumah warga yang rusak belum masuk dalam hitungan. ”Kalau dihitung dengan relokasi, maka jumlahnya menjadi sekitar Rp 80 miliar lebih. Itu termasuk relokasi warga yang rumahnya tidak mungkin dipakai lagi,” terang Bupati ketika ditemui Espos di Pendapa Rumah Dinas Bupati, Jumat (4/1).
Guna memperbaiki kerusakan infrastruktur tersebut, Bupati berencana menemui empat menteri di Jakarta, pekan depan. Menteri yang akan ditemui antara lain Menteri Sosial, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Di hadapan keempat menteri tersebut, Bupati akan memaparkan kondisi yang ada serta biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Setelah selesai melaksanakan tanggap darurat, Pemkab Karanganyar kini mulai mempersiapkan upaya perbaikan infrastruktur maupun upaya relokasi bagi warga. Ketika ditanya jumlah warga yang direlokasi, Bupati mengatakan masih dalam pendataan. Karena, meskipun pemerintah telah menawarkan relokasi, namun ternyata belum semua warga bersedia direlokasi.
Bupati mengatakan hanya sebagian warga yang sudah trauma yang bersedia direlokasi.
Lebih lanjut Bupati mengatakan lokasi bekas longsor akan direhabilitasi dengan penanaman tanaman keras untuk mencegah terjadinya longsor.
Tanam sayuran
”Sudah terbukti di bukit yang ada tanaman kerasnya tidak longsor. Jadi, pemerintah meminta masyarakat untuk tidak hanya menanam tanaman sayur, tetapi juga diikuti penanaman tanaman keras guna mencegah longsor, terutama lereng dengan kemiringan lebih dari 70 derajat,” papar Bupati.
Ditambahkan Bupati, di Dusun Girimulyo, Desa Trengguli, Kecamatan Jenawi, pada Kamis (3/1) malam, terjadi longsor yang menimpa enam rumah. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Sementara itu, di Dusun Jenggrik, Desa Nglegok Kecamatan Ngargoyoso, upaya pembersihan longsoran tanah sudah dilakukan menggunakan alat berat. Camat Ngargoyoso, Moh Suparwoto, mengatakan alat berat sudah berfungsi untuk membersihkan longsoran di saluran irigasi di dusun tersebut, sehingga tidak mengganggu irigasi pertanian.
Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi (KIK) Karanganyar, Iskandar, mengungkapkan data kerugian itu masih bersifat sementara. ”Diharapkan sebelum dipaparkan di hadapan menteri nanti data kerusakan sudah final.”

Data sementara kerugian bencana di Karanganyar

Jenis Nominal
Prasarana jalan Rp 11,234 miliar
Prasarana jembatan, talut dan gorong-gorong Rp 22,733 miliar
Prasarana irigasi Rp 23 miliar
Prasarana drainase Rp 3,118 miliar
Prasarana pendidikan Rp 9,493 miliar
Total Rp 69,578 miliar


Kerusakan lahan pertanian akibat bencana alam

Kecamatan Luas kerusakan Jenis tanaman Keterangan
Tasikmadu 17 hektare Padi akibat banjir
Kebakkramat 52 hektare Padi akibat banjir
4 hektare kacang tanah akibat banjir
Gondangrejo 6 hektare padi akibat banjir
Mojogedang 32 hektare padi akibat banjir
Jatiyoso 82,97 hektare padi, jagung, sayuran akibat tanah longsor
Tawangmangu 0,4 hektare ubi kayu akibat tanah longsor
200 rumpun pisang akibat tanah longsor
Karangpandan 0,5 hektare padi akibat tanah longsor
Kerjo 0,3 hektare padi akibat tanah longsor

Sumber: Dinas Pertanian, Kantor Informasi & Komunikasi Karanganyar.

sumber: solo pos .co .id

Banjir, volume sampah di TPA Putri Cempo naik 100%

Volume sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Sampah Putri Cempo, Mojosongo, naik hampir 100% menyusul banjir yang melanda Solo sejak Rabu (26/12) lalu.
Kasubdin Pemusnahan Sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Solo, Sudarno, ketika ditemui di kantor pengelola TPA Putri Cempo, Kamis (3/1), mengungkapkan dalam kondisi normal, jumlah sampah dari Kota Solo yang dibuang ke TPA Putri Cempo mencapai 240 ton/hari. Namun, sejak banjir jumlah tersebut naik drastis.

”Jumlahnya memang belum ditotal, sebab untuk pengiriman pada malam hari tidak bisa terdeteksi dan banyak pula sampah yang sudah diminta pemulung sebelum sampai ke TPA. Namun, perkiraan saya volume sampah yang ada di TPA ini sejak banjir kemarin naik hampir 100% dari kondisi normal,” jelas Sudarno.
Hal itu, kata Sudarno, bisa dilihat dari frekuensi pengiriman 24 unit armada yang dikerahkan setiap harinya. Biasanya, ke-24 unit armada yang dikerahkan tersebut datang membawa sampah masing-masing tiga kali sehari. Tapi sejak banjir bisa mencapai delapan kali setiap harinya.
Karena itu, para petugas, yang jumlahnya mencapai 144 personel juga harus kerja ekstra keras dan disiagakan selama 24 jam. Fokusnya adalah daerah yang terkena bencana banjir.
”Sekarang kami memang masih fokus pada penanganan sampah di daerah banjir sehingga daerah lainnya agak terabaikan. Untuk itu, kami mohon warga memaklumi,” ujar Sudarno.
Mengenai kekhawatiran TPA Putri Cempo akan semakin overload dengan penambahan volume sampah akibat banjir tersebut, Sudarno tidak mengingkarinya. Dia mengakui dengan tambahan sampah dari daerah yang terkena banjir tersebut memang membuat TPA Putri Cempo yang sudah overload sejak tahun 2000 lalu menjadi semakin overload.

Namun dengan penumpukan dan pemadatan selama musim hujan, Sudarno memperkirakan TPA tersebut masih bisa menampung sampah dari kota hingga lima bulan ke depan. Diterangkannya, hal itu karena selama musim hujan pihaknya tidak bisa melakukan pemusnahan sampah dengan sanitary landfill, yaitu dengan dikeruk atau menggunakan pipa-pipa.

sumber: solo pos .co .id

Allianz Life dan FGR bantu korban banjir

Perusahaan asuransi Allianz Life Solo menyerahkan bantuan kepada tiga Posko yaitu di Posko Sangkrah, Joyotakan, Mesjid Al Cat Kampung Sewu, Sabtu (29/12) lalu.
Business Development Manager Allianz Solo, Dra Martha Kristiana, dalam siaran pers yang diterima Espos, Kamis (3/1), mengatakan bantuan yang diberikan berupa Sembako, makanan bayi dan obat-obatan. ”Selain itu, kami juga mengajak para pengungsi untuk membuat dapur umum. Pada awalnya pengadaan dapur umum dinilai merepotkan, namun setelah beberapa penanggung jawab Posko pengungsi memahami kondisi tersebut maka bantuan ini mendapat sambutan,” jelasnya.


Forum Guyub Rukun (FGR), Purwonegaran, Solo memberikan bantuan kepada korban banjir di wilayah Kota Solo dan sekitarnya.
Sekretaris FGR C Ikka Sri Litnaniyah dalam siaran pers yang diterima Espos, Jumat (4/1), mengatakan bantuan berupa mi instan, telur dan nasi bungkus. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian peringatan Natal dan Tahun Baru 2008. ”Serta wujud kepedulian dan rasa solidaritas seluruh anggota FGR,” kata dia.

sumber: solo pos .co .id

Warga masih butuh bantuan Sembako

Warga korban banjir di RW XIII Kelurahan Semanggi masih membutuhkan bantuan Sembako dan peralatan memasak. Sementara itu, saat ini warga sudah kembali ke rumah masing-masing dan tak ada lagi yang bertahan di Posko pengungsian.

”Barang yang paling kami butuhkan saat ini adalah Sembako. Kalau untuk pakaian, itu masih bisa dicuci. Warga kan belum bisa kerja. Jadi yang paling pokok ya bantuan makanan,” terang warga RT 02/ RW XIII Semanggi Tri Suwarni saat dihubungi Espos, Jumat (4/1).
Dari data di lapangan, menurut dia, semua bantuan ke wilayah tersebut masih terus mengalir, baik dari Pemkot Solo maupun donatur. Saat ini, warga korban banjir tak mengeluhkan serangan penyakit kecuali gatal-gatal.

Sementara, Sekretaris RW XIII Semanggi Sri Waluyo menambahkan, semua warga korban banjir di wilayah tersebut sudah kembali ke rumah masing-masing. Pihaknya juga ingin mengklarifikasi, tidak ada warga di wilayah tersebut yang bernama Nining Irawati.
Seperti diberitakan sebelumnya, Nining Irawati yang mengaku warga RT 02/ RW XIII Semanggi saat ditemui Espos, Selasa (1/1), menyebutkan tidak lagi mendapatkan bantuan apapun sejak tiga hari lalu.
Untuk memasak, warga menggunakan perkakas dapur yang sudah diperbaiki lantaran rusak akibat banjir. ”Bantuan yang kami terima hanya mi instan sekitar 10 bungkus untuk setiap keluarga dan setengah kilogram beras. Selain itu nggak ada bantuan apapun,” kata Nining. (SOLOPOS, 2/1)

Waluyo mengatakan bantuan dari Pemkot sudah mengalir ke warga. Selain itu juga bantuan dari para donatur atau masyarakat.
”Bantuan Sembako dan perkakas memasak sangat dibutuhkan warga. Kalau dari Pemkot maupun donatur, termasuk bantuan obat sudah lancar. Warga juga banyak memanfaatkan bantuan obat tersebut,” kata Sri Waluyo.

sumber: solo pos .co .id

Tanggul di Joyotakan rawan jebol

Perbaikan tanggul di Joyotakan yang kini tengah dalam pengerjaan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) rawan jebol. Tumpukan karung pasir yang disusun dinilai belum terlalu kuat menahan hempasan air sungai.

Lurah Joyotakan Chairul Anwar mengungkapkan perbaikan tanggul yang jebol akibat banjir beberapa waktu lalu rawan terjadi kebocoran. Menurut Chairul, dalam perbaikan tanggul yang dilakukan diperlukan adanya penahan tumpukan karung pasir dengan menggunakan bambu.
”Untuk perbaikan tanggul memang harus diberi penahan dengan bambu. Karena jika tidak kemungkinan bocor bisa terjadi. Untuk sementara ini sih tanggul darurat itu tidak ada masalah,” terang Chairul ketika dijumpai Espos seusai mengikuti pengarahan pelaksanaan program pemeliharaan kesehatan masyarakat Solo (PKMS) di Bale Tawangarum, Jumat (4/1).
Chairul mengatakan perbaikan tanggul sangat membantu dan mampu mengatasi masalah banjir yang melanda wilayah Joyotakan. Hingga kini, dia mengatakan kondisi di wilayah Joyotakan relatif aman. Warga korban banjir yang semula berada di lokasi pengungsian, lanjut Chairul, seluruhnya sudah kembali ke rumah masing-masing. Mereka membersihkan sampah-sampah sisa banjir kemarin. Meski demikian, ia menambahkan Posko penanggulangan bencana masih didirikan.
Begitu pula, lanjut Chairul, dengan penyaluran bantuan logistik yang sampai saat ini masih terus dilakukan. Bahkan bantuan tersebut disalurkan langsung ke RT/RW masing-masing. ”Bantuan logistik masih ada. Dan terus kami salurkan ke warga. Kalau kurang kami minta ke Posko induk Loji Gandrung,” kata dia.

Lebih lanjut Chairul menuturkan untuk membersihkan sampah-sampah sisa banjir pihaknya menyiapkan enam gerobak motor dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Solo. Pembersihan lingkungan masih terus dilakukan pascabanjir. Dengan demikian, ia mengatakan diharapkan kondisi lingkungan Joyotakan bisa pulih dan berjalan seperti semula.
Pada bagian lain, Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Solo Supradi Kertamenawi mengatakan penyaluran dan penerimaan bantuan bencana harus diaudit sesuai dengan perintah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sehingga berapa banyak bantuan yang diterima dan disalurkan ke masyarakat bisa dipertanggungjawabkan. ”BPK sudah memberikan fax lewat Bawasda (Badan Pengawas Daerah-red) untuk lakukan audit penyaluran bantuan,” tutur Supradi.

sumber: solo pos .co .id

Bagi korban banjir, tempat bernaung masih di awang-awang

Pilu benar nasib Jono. Warga RT 01/ RW I Kelurahan Sewu itu bukan saja kehilangan harta bendanya, namun rumah satu-satunya di bantaran Sungai Bengawan Solo itu juga hanyut diseret air bah entah ke mana.
Padahal, rumah itu menjadi tempat bernaung dirinya serta keluarganya sebanyak lima jiwa. ”Termasuk cucu saya yang masih kecil ini,” ujarnya sambil mengusap kepala cucunya di tanggul pengungsian, Jumat (4/1).

Sudah sepekan ini, Jono tak lagi berkumpul dengan isteri dan anak-anaknya di dalam rumah seperti dulu kala. Rumah itu telah hanyut bersama dengan segala kenangannya. Sejumlah baju-baju, peralatan dapur, serta kasurnya juga hanyut bersama ke Sungai Bengawan Solo. Dan di tanggul pengungsian yang beratap terpal serta berlantai tanah becek itulah, Jono mengisi hari-harinya di sana dan harus rela berselimut dengan dinginnya angin malam. ”Ya beginilah kondisinya. Masak dan tidur di sini. Kalau malam dingin sekali,” tutur Ny Jono.
Ya, di tanggul itulah Jono membuat benteng pertahanan akhir. Padahal, sebelumnya Jono sudah bermimpi bakal merehab rumahnya dengan memakai bantuan dana dari kelurahan, yakni rumah tak layak huni (RTLH). Namun, apa daya banjir ternyata terlebih dahulu meruntuhkan mimpi-mimpinya itu.

Saat banjir datang, Jono sungguh tak menyangka. Soalnya, banjir datang dengan begitu cepatnya sementara dirinya dan keluarganya tengah terlelap dalam tidur. ”Saya kaget sekali. Karena tiba-tiba air sudah sedada saya,” sambung Ny Jono.
Maka, dengan segenap kemampuan yang mereka miliki, keluarga Jono pun berupaya menyelamatkan barang-barangnya dan memanggulnya ke tanggul. ”Air saat itu saya rasakan berguncang-guncang ke sana kemari. Dan karena saking kuatnya, kami pun lekas menuju tanggul. Esoknya saat banjir surut, rumah kami telah tiada,” kisahnya.
Bukan itu saja, akibat banjir itu juga membuat langkah kaki Jono terlihat tertatih-tatih. Soalnya telapak kakinya harus dijahit sebanyak empat jahitan lantaran tak sengaja menginjak kaca.
Salah satu putera Jono, Sri Muyekti yang juga mendirikan rumah di kawasan bantaran Bengawan Solo rupanya juga tak luput dari ganasnya arus sungai itu. Meski rumahnya tak sampai terseret arus seperti rumah orangtuanya, namun kondisinya sudah tak memungkinkan lagi untuk ditempati. ”Rumah saya sudah doyong. Sekarang saya ikut mertua. Anak saya masih bayi, kasihan kalau bermalam di tanggul.”

Keluarga Jono adalah satu dari ratusan keluarga yang bernasib malang di Solo. Mereka kini membutuhkan tempat bernaung layaknya tempat tinggal yang berdinding agar tak tertembus dinginnya angin malam. Bagi mereka tempat bernaung itu masih di awang-awang.

sumber: solo pos .co .id

Ribuan warga Karimunjawa terisolasi

Sedikitnya 3.000 penduduk di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara terisolasi menyusul tingginya gelombang di perairan Laut Jawa dalam sepekan ini.
”Penduduk di Kepulauan Karimunjawa saat ini tidak mendapatkan akses dari Kabupaten Jepara karena gelombang laut tinggi. Warga tidak bisa bepergian ke Jepara maupun sebaliknya sehingga pasokan bahan makanan, minuman dan bahan bakar minyak (BBM) terputus sejak KM Kartini tidak berlabuh di Karimunjawa,” kata anggota Komisi D DPRD Jateng, Kamal Fauzi, di Semarang, Jumat (4/1).
Ia mengkhawatirkan kondisi warga Karimunjawa yang terisolasi akan kekurangan stok makanan maupun minyak tanah. ”Kami nggak tahu jumlah stok bahan makanan yang masih ada karena dalam sepekan tidak ada pasokan ke Karimunjawa akibat kapal tidak ada yang berani berlayar,” katanya.

Terbatasnya bahan makanan dan minyak yang ada di Kepulauan Karimunjawa menyebabkan harga berbagai kebutuhan mulai naik. Harga beras naik sekitar Rp 500/kg sehingga kini harganya antara Rp 6.000 sampai Rp 6.500/kg.
Sementara harga minyak tanah bisa mencapai Rp 4.000 sampai Rp 4.500/liter sehingga membuat warga Karimunjawa kelabakan.
Data Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Semarang menyebutkan gelombang laut di Laut Jawa saat ini mencapai antara 2,5 meter sampai 3,5 meter. Sedangkan kecepatan angin mencapai 30 knot.
Dengan demikian kapal tidak diizinkan berlayar untuk menjaga keselamatan. Kondisi ini diperkirakan akan terjadi sampai akhir Januari 2008.
”Pantauan satelit menyebutkan gelombang laut masih tinggi sehingga kami merekomendasikan kepada syahbandar Pelabuhan Tanjung Emas maupun pelabuhan di daerah pesisir lainnya agar tidak mengizinkan kapal berlayar,” kata Kepala Klimatologi BMG Semarang, M Chaeran.
Gubernur Jateng H Ali Mufiz mengaku akan segera mengirimkan bantuan makanan kepada masyarakat di Kepulauan Karimunjawa. ”Pemprov Jateng berencana menggunakan kapal TNI AL untuk mengirimkan bantuan kepada sekitar 3.000 warga yang terisolasi di kepulauan tersebut,” katanya.

Gubernur akan segera melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Jepara terkait jenis bantuan yang akan diberikan karena yang tahu jenis kebutuhan masyarakat Karimunjawa Pemkab Jepara sehingga kami akan segera koordinasi dengan Pemkab Jepara,” katanya.
Ia menjelaskan Pemprov Jateng juga akan segera berkoordinasi dengan TNI Angkatan Laut me-minta bantuan kapal pengangkut bantuan karena dalam kondisi seperti saat ini yang ombak di laut cukup tinggi.

sumber: solo pos .co .id

Banjir Surut, Warga Memilih Bertahan di Pengungsian

Kendati genangan air sudah tidak lagi terlihat, sebagian korban banjir terutama yang berada di bantaran Sungai Bengawan Solo, Jawa Tengah, hingga Kamis (3/1), masih bertahan di tempat-tempat pengungsian. Selain di tenda pengungsian, sebagian warga juga masih mengungsi ke lokasi lain yang dianggap lebih aman, seperti rumah saudara atau kerabat.

Mereka mengaku terpaksa masih mengungsi karena rumahnya belum bisa ditempati lagi karena rusak atau tergenang lumpur dan belum sempat dibersihkan. Selain itu warga juga mengaku masih trauma karena curah hujan tinggi masih sering terjadi di kawasan tersebut. Mereka khawatir akan terjadi banjir susulan. Apalagi, sejumlah tanggul yang jebol belum juga diperbaiki.

Warga berharap agar Pemerintah Kota Solo segera membantu perbaikan rumah sehingga bisa ditempati lagi dengan layak. Dikhawatirkan, jika masih tetap bertahan di pengungsian mereka akan mudah terserang berbagai penyakit, terutama kalangan lansia dan anak-anak.

sumber: liputan 6 .com

Tak mau diam saja

Suryanti mengaku ingin menjerit, jika mengenang susahnya menjadi juru masak di pengungsian. Apalagi Suryanti juga jadi korban banjir.
Ini barangkali persoalan sepele, yakni soal solidaritas saja! Tapi, mengingat masa itu sedang bencana, katanya, rasa jengkel bisa naik ke ubun-ubun kepala. ”Bayangkan saja, sudah capek-capek masak, malah dikomplain! Katanya, yang makanan nggak enaklah masakannya, atau kok ini-ini terus,” kenangnya setengah geram.
Cacian, barangkali adalah sekelumit kisah yang sempat mampir ke benak Suryanti dan membekas di dadanya. Ada juga persoalan lain yang nggak kalah memusingkan ibu muda berputera satu ini. Saat itu Lurah Gandekan, Suroso, tengah kerepotan mencari juru masak. Maka dengan sedikit terpaksa, didaulatlah Suryanti menjadi juru masak di Posko Kelurahan Gendekan itu. ”Nah, dari sini saya sadar. Ternyata barang itu (bahan makanan-red) kalau masih mentah nggak ada yang mau megang. Tapi kalau sudah matang, jadi rebutan! Semestinya yang lain itu ikut membantu, bukan malah diam,” keluhnya.
Profesi memasak di tenda-tenda, katanya, memang bukan jalan hidupnya. Tapi, apa daya! Suryanti dan kelima rekannya rupanya tak sanggup membiarkan bahan-bahan masakan tergeletak begitu saja. Dia pun akhirnya menyingsingkan lengan bajunya. Mengolah bumbu apa saja asal jadi masakan siap saji. Mulai dari menanak nasi, mengupas hingga meracik bumbu pun dia tandangi demi 50 sampai dengan 200-an pengungsi setiap harinya. ”Kalau nggak begitu, siapa lagi yang bakal tandang. Mosok bahan-bahan mentah dibiarkan,” ujarnya.
Selama bercampur dengan puluhan pengungsi lainnya, terkadang Suryanti mengaku terhibur juga. Soalnya, bisa bercanda-tawa dengan orang-orang banyak. ”Tapi susahnya juga tak tanggung-tanggung. Sudah menjadi tukang masak, malah perkakas dapur saya hilang. Padahal saya simpan di Posko,” terangnya.
Suryanti pun juga mengaku pernah mengalami sakit nyeri di pinggangnya lantaran terpeleset saat masak. ”Lha wong di sini jadi juru masak tak kenal waktu. Nasi habis, masak lagi, masak lagi dan masak lagi!” kenangnya. Kini, warga RT 03/ RW II Kelurahan Gandekan itu hanya mampu berharap, semoga banjir lekas pergi.
”Dan satu lagi, saya berpesan kepada warga Gandekan agar ikut membantu memasak. Jangan hanya diam saja. Musibah ini kita semua yang merasakan. Jadi ya gotong royong begitu,” pesannya.

Suryanti,Juru masak di Posko Kelurahan Gandekan

Jumlah korban banjir yang terserang penyakit terus bertambah

Posko kesehatan kecuali di tiga lokasi, yakni Ngepung, Ampera dan Joyotakan yang didirikan untuk penanganan korban banjir akan ditutup seiring membaiknya kondisi pascabanjir.
Sementara itu, jumlah korban banjir yang terserang penyakit terus meningkat. Hingga 1 Januari 2008, jumlah korban banjir yang terserang penyakit tercatat sebanyak 6.333 orang. Sementara sebelumnya Sabtu (29/12), jumlah penderita hanya tercatat sebanyak 4.080 orang.

Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo dr Siti Wahyuningsih MKes mengatakan dengan ditutupnya beberapa Posko kesehatan, maka pelaksanaan pengobatan gratis bagi korban banjir akan dilaksanakan di Puskesmas masing-masing. Tim medis dan paramedis yang disiagakan di Posko kesehatan akan dialihkan ke Puskesmas.
”Posko kesehatan hanya beroperasi sampai malam ini saja (Rabu malam-red). Sementara mulai hari ini (Kamis-red) sejumlah Posko sudah ditutup. Tapi kami tetap keliling dan petugas disiagakan di Puskesmas,” terang Siti kepada wartawan seusai jumpa pers di ruang rapat Badan Informasi dan Komunikasi (BIK) Solo, Rabu (2/1).
Siti mengatakan Posko kesehatan yang masih akan tetap dioperasionalkan di antaranya seperti Posko kesehatan di Ngepung, Sangkrah; Ampera dan Joyotakan. Hal itu dikarenakan lokasi tersebut merupakan daerah parah terkena banjir.

Berdasarkan data Posko induk kesehatan Loji Gandrung, jumlah korban banjir yang terserang penyakit, hingga 1 Januari 2008, tercatat sebanyak 6.333 orang. Sementara sebelumnya Sabtu (29/12), jumlah penderita hanya tercatat sebanyak 4.080 orang. Siti mengatakan hingga kini, dia mengatakan pasien tersebut masih dalam perawatan tim medis RSJD. ”Trauma banjir yang dialami warga sangat sedikit. Masalahnya ini berbeda dari bencana tsunami Aceh lalu,” katanya.

sumber: solo pos .co .id

Di tanggul, kami harus terus berlindung

Banjir susulan masih menjadi momok menakutkan bagi warga korban banjir. Seperti halnya warga di Kelurahan Sangkrah dan Semanggi masih mengkhawatirkan adanya banjir susulan.
Oleh karenanya, saat ini barang-barang milik mereka diikat di bawah atap atau pada tiang-tiang rumah. Hal itu dilakukan untuk memperkecil kerugian akibat hilangnya barang-barang jika sewaktu-waktu banjir kembali datang.

Kekhawatiran warga itu pun akhirnya masih menjadikan tanggul sebagai lokasi hunian sementara sampai menunggu bencana reda. Seperti halnya di Kelurahan Sewu, di sepanjang tanggul Kampung Putat hingga Kampung Beton, juga masih ada seribuan pengungsi. Pengungsi tersebut mengaku tetap bertahan di Posko yang berlokasi di tanggul sungai lantaran masih trauma dengan banjir susulan. ”Gimana nggak trauma, lha wong banjir tiba-tiba datang lagi saat saya tertidur di dalam rumah. Saya mengira banjir sudah reda, dan saya juga sudah bersih-bersih rumah. Eh, ternyata air sudah sedada saya,” ujar warga RT 02/ RW I, Kelurahan Sewu, Mulyoto, Rabu (2/1).
Mulyoto mengaku jera tinggal di rumahnya, sejak banjir kedua, Jumat (28/12) menghantam tempat tinggal mereka. Pasalnya, sejak banjir pertama menerjang pemukiman mereka, katanya, banjir seolah terus bersusulan. ”Bagi saya banjir kedua sangat besar kerugiannya, soalnya saya tak menyangka akan datang banjir susulan. Akibatnya perkakas dapur, meja serta kasur terseret banjir,” terangnya.

Kini, Mulyoto dan keluarganya mengaku tetap bertahan di tenda pengungsian tanggul, hingga beberapa hari. ”Kalau cuaca dinyatakan benar-benar tak hujan deras kami baru kembali ke rumah. Percuma kan, barang-barang dimasukkan ke rumah, ternyata banjir datang lagi,” imbuhnya.
Warga RT 01/ RW I Kelurahan Sewu, Watik juga memilih bertahan di tanggul. Dia bersama warga lainnya di sepanjang tanggil tersebut hanya menjabar terpal, untuk membuat tenda. ”Kalau ditempati juga tak mungkin. Rumah saya sudah rusak dan penuh lumpur. Jika dibersihkan butuh waktu lama. Di tanggullah kami berlindung,” terangnya

sumber: solo pos .co .id

Rp 6,9 Miliar untuk perbaikan drainase dan pintu air

Pemkot Solo akhirnya mengajukan alokasi anggaran untuk penanganan pascabanjir senilai Rp 6,9 miliar dalam APBD Solo 2008.
Hal ini diungkapkan dalam nota jawaban Walikota Solo atas pemandangan umum anggota Dewan yang disampaikan Plt Sekda Supradi Kertamenawi dalam sidang paripurna Dewan Rabu (2/1).

Permohonan dana senilai Rp 5,81 miliar dalam APBD 2008 untuk memperbaiki drainase dan talut. Selain itu, Pemkot juga akan mengajukan dana dalam APBD 2008 senilai Rp 1,1 miliar untuk operasionalisasi pintu air Demangan dan pemeliharaan rutin saluran-saluran di Kota Solo.
Dikatakan Supradi, pos anggaran itu nantinya menyebar di seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.
Namun dalam penganggaran ini, Supradi menambahkan tidak mengurangi alokasi anggaran di bidang pendidikan dan kesehatan. Supradi mengatakan untuk anggaran penanganan pascabanjir ini pihaknya akan mengkoordinasikan dengan dinas terkait. Di antaranya Dinas Kesejahteraan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DKRPP dan KB), Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Kantor Keuangan Daerah (KKD), Dinas Tata Kota (DTK) dan Badan Perencanaan Daerah (Bapeda).
”Sekarang ini kami sedang mencari celah-celah anggaran mana yang bisa dikurangi. Terutama anggaran yang dinilai belum terlalu mendesak untuk segera diadakan. Tapi yang penting anggaran banjir ini tidak kurangi jatah pendidikan dan kesehatan,” papar Supradi.

Koordinasi

Menurutnya, untuk penanggulangan banjir diperlukan koordinasi antarwilayah dan penyesuaian program pembangunan dari pemerintah pusat serta provinsi. Sebab, penanganan bencana banjir itu saling terkait antarwilayah kabupaten/ kota serta antarprovinsi.
Supradi melanjutkan, penanganan banjir harus dilakukan secacara komprehensif dalam skala jangka pendek, menengah dan panjang melalui koordinasi dengan badan-badan dari Pemprov Jateng dan pemerintah pusat.
Upaya preventif untuk mengurangi bencana banjir, sambung dia, telah dilakukan. Berbagai kegiatan seperti program kali bersih (Prokasih), penghijauan, penertiban hunian liar di kawasan green belt serta penataan ruang terbuka sebagai daerah resapan air melalui pembuatan taman-taman kota, telah dilakukan.

sumber: solo pos .co .id

Pemkot ajukan anggaran Rp 50 M

Pemkot Solo berencana mengajukan anggaran ke pemerintah pusat senilai Rp 50 miliar untuk penanganan pascabanjir.

Hal ini diungkapkan Plt Sekda Supradi Kertamenawi, ketika ditemui Espos, Rabu (2/1). Sementara itu, ditemui ketika dijumpai Espos di sela-sela meninjau pelaksanaan pendaftaran program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Solo (PKMS) di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT), Rabu, Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi), menegaskan kembali tidak akan meminta-minta bantuan ke Pemprov Jateng maupun pemerintah pusat untuk bantuan pascabanjir. ”Kalau memang bantuan itu diberi, ya, akan saya ambil. Tapi kalau disuruh minta-minta saya tidak mau,” tutur Jokowi.

Terkait dengan adanya bantuan yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di mana setiap kabupaten/kota mendapatkan bantuan senilai Rp 5 miliar dari pemerintah pusat, Jokowi mengatakan akan mengambil bantuan tersebut. Selama bantuan itu diberikan untuk warga Solo dalam penanganan pascabanjir.
Untuk penanganan pascabanjir, Supradi mengatakan Pemkot Solo juga akan mengajukan proposal bantuan ke pemerintah pusat melalui DPU dan Bapeda. Nilai bantuan yang rencananya diajukan adalah sekitar senilai Rp 50 miliar. ”Walikota minta untuk penanggulangan bencana mengajukan proposal ke pemerintah pusat lewat DPU dan Bapeda. Saya diminta mengkoordinasikannya dengan dua dinas ini. Rencananya akan diajukan Rp 50 miliar,” tuturnya.

”Jangan arogan”
Terkait pernyataan Walikota tersebut, Tokoh Mega Bintang Moedrick M Sangidue mengatakan apa yang diucapkan Walikota itu dinilai keliru. ” Bantuan itu kan bukan untuk kepentingan pribadi. Ya, jangan arogan begitulah.Yang jadi korban banjir itu jumlahnya ribuan, mereka membutuhkan bantuan. Kalau Walikota tak mau meminta bantuan ke pusat atau Pemprov terus bagaimana?” kata dia.

Moedrick mengatakan tanpa bantuan dari masyarakat Pemkot sebenarnya tidak ada apa-apanya. Oleh karena itu Pemkot hendaknya tidak menjaga gengsi untuk meminta bantuan, karena dana yang dibutuhkan untuk recovery tidak sedikit. ”Jadi tidak usahlah ngomong seperti itu, warga korban banjir yang mendengar pernyataan Walikota kan ya jengkel,” tandas dia.
Sementara, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Solo YF Soekasno mengatakan, relokasi warga Kota Bengawan yang berada di bantaran sungai sebagai langkah penanggulangan banjir harus mempertimbangkan berbagai hal. Apabila relokasi itu dilakukan untuk mengurangi warga yang terkena bencana banjir maka tindakan itu bisa dilakukan. Namun, jika relokasi itu untuk mengurangi banjir maka tindakan pemindahan warga harus dipikir ulang.

sumber: solo pos .co .id

Masyarakat Putat desak pintu air segera diperbaiki

Warga Kampung Putat Kelurahan Sewu mendesak Pemkot Solo agar segera memperbaiki pintu air Putat. Pasalnya, sejak beberapa tahun lalu pintu air tersebut tak terurus dan tak berfungsi.
”Tiga tahun lalu, saya mendapatkan tugas untuk mengukur luas pintu air ini. Katanya, saat itu pintu air ini mau diperbaiki. Namun, hingga presiden sudah berganti SBY pun tetap saja dibiarkan tak jadi dibangun-bangun,” ujar warga RT 01/ III Kelurahan Sewu, Tarto, saat ditemui Espos di lokasi pintu air, Selasa (1/1).

Tarto menjelaskan, sejak pintu air tersebut tak berfungsi air kerap meluber ke permukiman warga di Putat dan menggenang di Kali Kalangan dengan banyak sampah-sampah. ”Sekarang jika sudah terjadi banjir baru merasakan pentingnya pintu air Putat. Jalan Ir Juanda tergenang air juga lantaran pintu air ini tak berfungsi,” terangnya.
Warga RT 01/ RW III lainnya, Mitro juga sudah menanti sejak lama kapan perbaikan pintu air tersebut direalisasikan. Hingga kini, pintu air tersebut kerap dipakai warga untuk menjemur bulu-bulu ayam dengan air yang menggenang mampat. Mitro mengungkapkan, banjir yang menimpa pemukiman warga di kawasan pintu air ketinggiannya mencapai atap rumah. ”Saat banjir kedua, malah saya tak sempat menyelamatkan barang-barang saya. Cepat sekali datangnya,” paparnya.

Lurah Sewu, S Budi Hartono juga menanyakan realisasi pembangunan pintu air tersebut. Menurutnya, keberadaan pintu air bukan hanya bermanfaat buat warga Sewu saja, namun warga Kelurahan Pucangsawit serta Kelurahan Jagalan.

sumber : solo pos .co .id

Pascabanjir, penderita sakit jiwa diperkirakan meningkat

Penderita sakit jiwa diperkirakan meningkat sepekan pascabanjir. Hal itu disebabkan berbagai persoalan kebutuhan hidup mulai menimpa korban banjir dalam hitungan sepekan pascabanjir itu.

Demikian disampaikan Ketua Tim Siaga Bencana Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Solo, Sukardi SKep saat ditemui Espos di ruang kerjanya, Rabu (2/1).
Sukardi menjelaskan korban banjir yang mengalami sakit jiwa saat ini memang belum begitu banyak. Pasalnya, pikiran para korban banjir masih terkonsentrasi pada banjir dan mereka masih dalam situasi panik.
Data yang masuk ke RSJD Surakarta, katanya, hanya dua orang yang dirujuk ke RSJD lantaran dinyatakan sakit jiwa. Kedua orang tersebut adalah warga Sragen dan warga Kelurahan Sewu, Solo. ”Jika masa banjir telah lewat, pikiran mereka akan terkonsentrasi dengan segala kebutuhan yang menghimpit mereka. Mereka akan memikirkan tentang perkakasnya yang hilang, rumahnya yang rusak, anak sekolah yang kehilangan buku-bukunya, ataupun keluarganya yang hilang,” lanjutnya.
Hal itu, imbuhnya, akan membuat beban pikiran semakin bertambah berat karena tak tahu harus ke mana mencari uang untuk menggantikan barang-barang yang hilang tersebut.
”Lalu, di sinilah jika tak siap maka mereka akan mengalami depresi dan berujung pada gangguan jiwa,” terangnya.

Sementara itu, kata Sukardi, jika korban banjir telah terbiasa mengalami musibah, maka tingkat sakit jiwa akan berkurang. Pasalnya, secara psikologis, kata Sukardi, mereka telah terlatih menghadapi musibah. ”Sehingga mental mereka menjadi tangguh dengan berbagai gempuran musibah. Makanya, kenapa orang luar negeri salut dengan warga korban tsunami di Aceh yang jumlah penderita gangguan jiwa tak sebanyak yang diprediksikan warga luar negeri, karena warga Aceh terbiasa dengan musibah,” paparnya.
Posko

Langkah-langkah yang diambil RSJD untuk mengurangi tingginya sakit jiwa, kata Sukardi, dengan menerjunkan sejumlah psikiater di Posko-Posko pengungsian untuk melakukan pendampingan. Namun, jika sudah parah kelainan jiwanya, maka akan dirujuk ke RSJD.
Sementara itu, saat Espos meninjau lokasi rumah warga yang mengalami gangguan sakit jiwa di Kelurahan Sewu adalah warga RT 02/RW I. Menurut keterangan Lurah Sewu Budi Hartono, saat banjir tiba, warga tersebut ditemukan di dalam kamarnya yang pintunya terkunci. ”Beruntung, tim SAR saat itu menemukannya, dan lekas mendobrak pintunya. Saat ditemukan, pria agak tua tersebut dalam kondisi linglung. Mungkin dia shock terkurung dalam kamar terkunci, sementara air banjir sudah tinggi,” ungkapnya.
Hingga saat ini, kata Budi, identitas pria tersebut belum diketahui. Pasalnya, keluarganya belum ditemukan ke mana perginya. Sejumlah staf kelurahan juga mengaku tak tahu sama sekali siapa identitas orang tersebut. ”Yang menjadi pertanyaan, kenapa keluarganya malah meninggalkan dia sendirian di dalam kamar terkunci saat banjir datang. Untung, dia tak meningkat,” ujar Budi.Saat kejadian, Budi mengaku sempat membopong pria tersebut lantas dibawa ke RSJD Solo.

sumber: solo pos .co .id