Banjir ancam hingga 20 tahun mendatang

Lahan daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo kritis menyusul makin tingginya angka penebangan hutan di wilayah hulu DAS Bengawan Solo tersebut.
Akibatnya, bencana banjir masih terus mengancam wilayah Soloraya hingga 20 tahun mendatang. Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH) Rachmat Witoelar mengatakan secara umum DAS di Indonesia saat ini mengalami kerusakan lahan yang cukup serius, termasuk DAS Bengawan Solo.
Menneg LH bersama Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan Wawali Solo, beserta pejabat Pemkot lainnya, Kamis (10/1), meninjau Bengawan Solo. Menggunakan tiga perahu karet, mereka menyusuri Sungai Bengawan Solo, dari Jembatan Bacem, Sukoharjo hingga jembatan Jurug.
Saat jumpa pers di salah satu rumah makan di Solo, Rachmat menjelaskan kritisnya DAS Bengawan Solo diakibatkan lahan untuk luapan air sungai digunakan untuk sawah dan permukiman.
Untuk pemulihan DAS itu, diperlukan waktu antara 15 tahun hingga 20 tahun lagi. Sehingga bahaya banjir masih akan terus mengancam wilayah DAS Bengawan Solo. Berdasarkan pantauan kondisi di lapangan, tingkat sedimentasi baik Sungai Bengawan Solo dan Waduk Gajah Mungkur (WGM) cukup tinggi.
”Kalau masalah ini tidak segera diatasi akan timbul masalah yang lebih besar. Jangka pendeknya yang dilakukan penertiban bangunan di bantaran sungai dan pengerukan sedimentasi,” terang dia.
Kerugian
Terpisah, Plt Kepala Badan Informasi Komunikasi dan Kehumasan (BIKK) Pemprov Jateng, Urip Sihabudin, menyatakan kerugian akibat bencana banjir di 20 kabupaten/kota di Jateng mencapai Rp 760,80 miliar.
”Banjir telah menyebabkan kerusakan sarana tempat ibadah, sekolah, kesehatan, rumah warga, infrastruktur, dan fasilitas lainnya,” katanya, Rabu (9/1), di Semarang.
Sementara Gubernur Ali Mufiz menyatakan kerusakan infrastruktur seperti jalan dan waduk akibat banjir nilainya senilai Rp 225 miliar.Gubernur menambahkan selain merusak infrastruktur, banjir bandang juga mengakibatkan kerusakan pada rumah-rumah penduduk, bangunan gedung sekolah, kelurahan, kecamatan sampai areal sawah.
Total luas sawah yang rusak berat, ringan dan sedang akibat banjir bandang mencapai kurang lebih 36.000 ha.
Sementara itu, Pemkab Sragen meminta bantuan dana senilai Rp 234 miliar kepada pemerintah pusat guna pemulihan dan penanganan bencana banjir yang menerjang Bumi Sukowati.
Bupati Sragen, Untung Wiyono, di Gedung Dewan, Rabu, mengatakan permintaan bantuan diajukan ke departemen terkait seperti Departemen Sosial, Departemen Pertanian, Departemen Pekerjaan Umum, serta Menko Kesra.
”Nominal dana yang kami mintakan kepada pusat setara dengan angka kerugian materiil akibat banjir yang mencapai Rp 234 miliar. Permintaan bantuan kami ajukan ke departemen-departemen yang masing-masing mempunyai kebijakan atau mekanisme sendiri dalam merespons permintaan itu,” ujarnya.
”Kami juga akan ajukan bantuan untuk industri kecil lokal yang terkena dampak banjir. Pusat telah komit membantu daerah, namun teknis dan nominalnya saya belum tahu persis.”
Kabag Humas Pemkab Sragen, Poedarwanto, menguraikan kerugian materi akibat banjir dari infrastruktur umum senilai Rp 166.885.500.000, peternakan Rp 2.225.160.000, sektor prasarana pendidikan Rp 3.236.500.000, sarana-prasarana kesehatan Rp 179.500.000, serta infrastruktur pertanian Rp 45.106.800.000.
”Angka itu belum final, setiap saat bisa bertambah,” tegasnya.

sumber: solo pos .co .id

1 comment:

Joni Dayat said...

judulnya agak menyesatkan, seakan banjir terus menerus mengancam sampai 20 tahun ke depan dan selanjutnya akan aman jika rehabilitasi DAS kritis sukses. saya tidak sependapat.

banjir adalah suatu keniscayaan, setiap saat boleh saja datang, tidak peduli DAS itu kritis atau tidak. pertanyaannya apa perlu DAS kritis direhabilitasi? tentu saja perlu sekali. semakin bagus DAS semakin kecil peluangnya menyebabkan banjir. jadi manfaatnya adalah menurunkan peluang terjadinya banjir.

karena banjir itu niscaya akan terjadi maka yang kita perlukan adalah cara kita bersikap dalam menghadapi banjir, misalnya: menghindari bermukim atau berusaha di dataran banjir. cara ini dapat dipaksakan oleh pemerintah melalui peraturan tata ruang wilayah.

kita juga dapat membangun tanggul, waduk, pintu pintu air, pompa, dsb. semua itu adalah untuk mengurangi peluang terjadinya banjir. tetapi jangan terlena. kapasitas prasarana itu terbatas. pada saatnya kapasitas akan dilampaui dan banjir terjadi.

yang mesti kita lakukan adalah selalu siaga terhadap banjir. kesiagaan ini disesuaikan dengan peluang terjadinya banjir. pemerintah dapat menjalankan prosedur siaga banjir sehingga kalau terjadi banjir maka kerugian/korban yang ditimbulkan dapat minimal.

jadi, mengapa kita mesti khawatir didatangi banjir?