Pemkot Solo menganggarkan dana senilai Rp 8,5 juta/satu unit rumah di bantaran sungai terkait rencana relokasi warga di bantaran sungai. Terkait relokasi itu, Pemkot juga membutuhkan lahan seluas 22 hektare untuk 3.761 unit rumah yang kini ada di bantaran sungai. Namun, hingga saat ini Pemkot belum mendapatkan lahan itu lantaran tak ada lahan seluas 22 hektare dalam satu kawasan.
Sementara itu jumlah warga korban banjir di Kota Solo yang masih berada di lokasi pengungsian, Rabu (2/1), mengalami kenaikan hampir 1.000 jiwa dibanding hari Selasa (1/1) sebelumnya. Data yang dihimpun dari Posko Induk Penanggulangan Banjir di Loji Gandrung, kemarin menyebutkan, hingga pukul 13.00 WIB, jumlah pengungsi di 14 Posko banjir yang tersebar di Kota Solo sebanyak 2.980 jiwa. Sedangkan pada hari sebelumnya atau Selasa (1/1), jumlah pengungsi yang mengungsi di 14 Posko tersebut sebanyak 626 jiwa ditambah 410 KK.
Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Solo Saryanto Joko Pangarso menyebut peningkatan jumlah pengungsi itu kemungkinan terjadi lantaran warga masih takut dengan ancaman banjir susulan. Dia menerangkan, pekan ini Pemkot akan menyelesaikan proposal yang akan dikirim ke ke Bakornas Penanggulangan Bencana.
Dia menyebutkan, kebutuhan dana untuk relokasi rumah-rumah di bantaran sungai itu senilai Rp 8,5 juta per satu unit rumah. Dana tersebut nantinya akan diajukan ke pemerintah pusat. ”Kalau relokasi itu nantinya model Rusunawa (rumah susun sederhana sewa-red) ya bisa-bisa saja (ada lahan-red) karena tanah yang dibutuhkan kecil. Tapi kalau modelnya perumahan ya agak susah. Makanya ini ada beberapa opsi soal model relokasi yang akan dibahas Pemkot,” tandas Joko.
Sementara itu, Walikota Solo Joko Widodo (Jokowi) menyatakan relokasi ribuan warga di bantaran sungai masih dalam tahapan prarelokasi. Pelaksanaan relokasi nantinya, kata dia, menunggu hasil pendataan untuk memastikan secara riil berapa warga yang akan direlokasi.
Sementara itu, sejumlah warga yang tinggal di bantaran tanggul sungai di Kelurahan Sangkrah serta Semanggi merasa keberatan dengan rencana relokasi mereka ke Rusunawa lantaran dinilai memberatkan dari sisi biaya. Rusunawa dinilai warga tidak bisa memberikan jaminan tempat tinggal untuk mereka. Pasalnya, untuk bisa tinggal di Rusunawa, warga harus memiliki dana yang cukup besar sebagai pembayar sewa di setiap bulannya. Apabila tidak ada dana yang cukup, warga khawatir setiap saat diusir dari Rusunawa.
Warga RT 02/RW XIII Sangkrah, Sriyono, menerangkan warga keberatan dan menolak rencana Pemkot yang akan merelokasi mereka ke Rusunawa. ”Bagaimana kami bisa tinggal di Rusunawa kalau untuk biaya makan sehari-hari saja kami keberatan,” tuturnya. Sriyono menambahkan, relokasi adalah hal yang mudah untuk dilakukan namun untuk bisa bertahan di Rusunawa adalah hal yang sulit.
Ketua RT 05/RW XIII Sangkrah, Tukino menjelaskan, dirinya tidak setuju dengan konsep relokasi Pemkot. ”Masyarakat Kampung Ampera banyak yang bekerja sebagai pemulung dan peternak. Jika dipindah ternak kami dipindah di mana?” kata dia.
Sementara itu, warga di sepanjang bantaran Sungai Bengawan Solo wilayah Kelurahan Sewu dan Pucangsawit, Jebres, mengaku tidak keberatan dengan relokasi. Mereka mengaku sudah lelah dengan upaya-upaya penyelamatan diri yang harus mereka lakukan setiap ada banjir.
Warga RT 01/III Kelurahan Sewu, Musilah mengungkapkan keinginan untuk pindah dari tempat yang sudah ditinggalinya selama kurang lebih 50 tahun tersebut memang sudah lama ada. Demikian pula yang dikatakan Bejo. Warga RT 03/VI Pucangsawit, Jebres tersebut juga mengaku tidak keberatan. ”Asal pemerintah menyediakan tempatnya. Saya tidak punya cukup uang untuk membeli tanah dan membangun rumah di tempat lain,” paparnya.
sumber: solo pos .co .id
Relokasi warga bantaran sungai, Pemkot butuh lahan seluas 22 hektare
Kategori: Solo Banjir 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment