Banjir masih ancam Solo

Puluhan drainase di Solo dinilai sudah tua dan mengalami kerusakan. Dengan kondisi drainase yang bobrok, banjir tetap akan mengancam Kota Bengawan.
Sementara itu warga Kelurahan Joyotakan, salah satu wilayah yang terkena banjir terparah di Solo, menuntut Pemkot segera melakukan perbaikan tanggul yang jebol.
Salah satu pakar kehutanan dari Balai Penelitian Kehutanan Solo, Ir Sukresno MSc mengungkapkan, luapan air Sungai Bengawan Solo yang terjadi beberapa hari lalu sebenarnya sudah beberapa kali terjadi. Namun sebelumnya tidak menimbulkan kerugian yang parah. ”Banjir di Solo sebenarnya tidak perlu terjadi bila curah hujan yang ekstrem saat itu, yaitu 240 mm per hari bisa ditampung dengan baik,” ujar Sukresno saat ditemui Espos, Rabu (2/1). Menurutnya, banjir terjadi antara lain karena tanggul sebagai penahan banjir sudah berubah fungsi.

Hal ini diperparah dengan kondisi tanggul yang retak-retak, kerusakan pompa air dan drainase.
Sementara itu pakar pengelola daerah aliran sungai (DAS) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hutan Tanaman, Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan, yang juga mantan Kepala Balai Teknologi Penggunaan DAS Bengawan Solo lebih dari 20 tahun, Ir C Nugroho Sulistyo P MSc mengungkapkan, ada beberapa penyebab banjir di Solo, yaitu tak berfungsinya drainase, luapan Sungai Bengawan Solo, dan kombinasi antara keduanya.
Drainase bobrok
Dari data Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Pemkot Solo disebutkan, saat ini sedikitnya ada 18 drainase yang bobrok dan harus mengalami perbaikan. Kasubdin Drainase DPU, Budi Santosa mengungkapkan, jumlah drainase yang bobrok sebenarnya lebih dari itu. Namun baru 18 itulah yang direncanakan untuk diperbaiki.
Pada bagian lain, warga Kelurahan Joyotakan menuntut Pemkot segera memperbaiki tanggul Kali Wingko yang jebol. Ketua LPMK Joyotakan Yulianto mengungkapkan, pihaknya sudah berkali-kali mendesak Pemkot untuk segera memperbaiki tanggul. Bahkan sebelum tanggul akhirnya jebol dan warga kebanjiran beberapa hari lalu

”Berkali-kali kami meminta perbaikan tanggul, tetapi tidak pernah ada respons dari Pemkot. Sampai kami bosan sendiri,” ujarnya. Dari informasi di Pemkot, lanjutnya, perbaikan menunggu kasus hukum dugaan korupsi Anggaran Biaya Tambahan (ABT) 2003.
Sikap Pemkot yang tak segera melakukan perbaikan ini disayangkan. Karena pada saat yang sama, Pemkot banyak membangun proyek-proyek berbujet besar tahun 2006 hingga 2007. Misalnya pembangunan Pasar Klithikan Notoharjo dengan anggaran mencapai Rp 9,8 miliar, bantuan Persis yang mencapai Rp 11 miliar, revitalisasi Balekambang hingga Rp 7,5 miliar, dan sejumlah megaproyek lainnya.

sumber: solo pos .co .id

1 comment:

Joni Dayat said...

banjir di kota solo bukan disebabkan oleh bengawan solo. banjir terjadi karena air yang jatuh di kota solo tidak dapat dibuang ke bengawan solo.

kota solo (minus kampung sewu, joyontakan, dll yang menempati sempadan sungai bengawan solo) dipisahkan dengan bengawan solo oleh tanggul. pada saat elevasi air di bengawan solo rendah air dari kota solo secara gravitasi akan mengalir ke bengawan solo. saat elevasi tinggi maka air dari kota solo akan dipompa ke bengawan solo. ada saatnya elevasi tinggi bengawan solo tidak memungkinkan pompa dijalankan karena jika dijalankan akan menyebabkan perbedaan elevasi yang cukup besar antara bengawan solo dengan muka air kota solo sehingga membahayakan pintu pintu air yang ada. jika pintu itu sampai jebol maka air bengawan solo akan masuk kota solo dan banjir seperti tahun 1966 dapat terjadi lagi.