Sistem peringatan dini hilang, peringatan soal banjir terhambat

Hilangnya peralatan sistem peringatan dini di sejumlah pintu air sepanjang aliran Bengawan Solo dituding sebagai penyebab terhambatnya penyampaian peringatan luapan air Sungai Bengawan Solo kepada masyarakat.
”Saat WGM dibangun, pemerintah telah melengkapinya dengan sirene peringatan di beberapa pintu air. Tapi rangkaian sistem peringatan dini itu hilang dijarah dalam kerusuhan tahun 1998,” terang salah satu tenaga ahli teknik sipil Perum Jasa Tirta I (PJT I), Joko Sulistyono, saat ditemui Espos di tempat kerjanya, Senin (31/12).
Menurut dia, sistem peringatan dini atau early warning system yang dimaksud itu berupa sirene peringatan yang ada di sejumlah pintu air di sepanjang aliran Bengawan Solo, antara lain di Bacem, Sukoharjo dan Jurug, Solo. Saat pintu air waduk dibuka, sirene di Bacem akan berbunyi untuk memberi peringatan bahwa air dalam debit tertentu akan melalui kawasan itu.
Berikutnya saat air melewati kawasan Bacem, sirene di pintu air Jurug juga akan berbunyi sebagai peringatan.
Dengan sistem semacam itu, pengelola Bengawan Solo akan lebih mudah memberi peringatan kepada masyarakat tentang bahaya luapan air Bengawan yang mungkin mengancam. ”Saat ini, karena sistem peringatan sudah hilang, kami hanya bisa berkoordinasi dengan pos-pos penjaga pintu air. Itu pun kurang efektif karena untuk proses pemberitahuan kepada masyarakat, tenaga kami terbatas,” tukas Kepala Subdivisi (Kasubdiv) Jasa Air dan Sumber Air (ASA) PJT I, Bismo Susetyo, saat ditemui dalam kesempatan serupa.
Alhasil, warga di sekitar Bengawan Solo pun terlambat mendapat informasi saat luapan air datang dan menggenangi wilayah mereka.
Meski sistem peringatan itu hilang hampir satu dekade silam, hingga saat ini, PJT I belum mengganti peralatan tersebut lantaran harganya yang terlampau mahal.
Sementara itu, Kadiv Jasa ASA PJT I, Suwartono, Selasa (1/1), menyatakan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menginstruksikan agar sistem peringatan dini diaktifkan kembali di titik-titik pengamatan dari hulu hingga hilir Bengawan Solo.
Mengenai WGM, Suwartono mengungkapkan elevasi WGM mulai turun menyentuh titik 136,18 meter. Pada malam sebelumnya tinggi elevasi waduk masih mencapai 136,32 meter. Sedangkan total debit buangan mencapai 300 m3/detik.
Elevasi di Jurug juga mulai turun. Pada pukul 15.00 WIB kemarin, mencapai 6,8 meter, jauh lebih rendah dibandingkan pada puncak banjir yang mencapai 11,7 meter.
Dalam kesempatan tersebut, Bismo kembali mengungkapkan bahwa kontribusi limpahan air waduk terhadap luapan Bengawan Solo yang menyebabkan banjir di sejumlah kawasan relatif kecil. Kontribusi terbesar justru dari anak-anak Sungai Bengawan Solo, seperti Kali Dengkeng, Kali Samin dan Kali Walikan.
Tak seperti air di WGM, aliran air dari ketiga sungai itu tak bisa diatur karena tak memiliki bendungan dan pintu air. Alhasil air tiga sungai itu seluruhnya mengalir ke Bengawan Solo dan menyebabkan peningkatan debit air Bengawan.
Air WGM tersebut digunakan untuk tiga hal, yaitu menggerakkan turbin PLTA, lalu untuk sistem pengairan melalui Bendung Colo dan dialirkan melalui Bengawan Solo untuk pemeliharaan sungai.

sumber: solo pos .co .id

No comments: